REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Dakwah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ahmad Yani menilai banyaknya saldo yang ada di 'kotak amal' masjid hingga ratusan miliar rupiah menandakan masalah di program masjid.
Menurut dia, saldo yang berlebih menjadi bukti 'mandek' atau tidak jalannya program masjid. Pengumpulan dana masjid memang harus banyak. Namun, saldo tidak boleh banyak.
Pasalnya, tutur Yani, dana masjid merupakan dana amanah jamaah. Pengelolaannya juga harus bergulir untuk kepentingan jamaah. Artinya, dana hasil pengumpulan infak harusnya bukan hanya untuk memfasilitasi kegiatan ibadah, tapi juga bermanfaat bagi umat.
"Jangan sampai penggunaan dana masjid hanya berorientasi pada pembangunan fisik, sebentar-sebentar renovasi," kata Ahmad Yani kepada Republika, Rabu (6/2).
Ahmad Yani menambahkan, dana masjid harusnya juga dapat digunakan untuk memakmurkan umat. Artinya, penggunaan dana itu harus bisa dimaksimalkan untuk memberi peluang kesejahteraan umat. Misalnya, untuk pelatihan usaha. Bahkan, digunakan untuk memberi modal usaha bagi umat.
Artinya, tutur Yani, keberadaan dana masjid harus mampu menjadi pemecah masalah umat. Kalau masjid tidak memerankan itu, peran itu akan diambil oleh pihak lain.
Misalnya, umat yang butuh modal akan lari ke rentenir. Namun, pemanfaatan dana masjid harus melalui kesepakatan dan dikelola secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Jangan sampai dana umat justru disalahgunakan untuk bukan kepentingan umat.
Kondisi itu juga akan diperparah dengan tidak meratanya dana masjid yang terkumpul di masing-masing daerah. Faktanya, tambah dia, banyak masjid mengalami surplus anggaran, sedangkan di daerah lain justru susah bahkan untuk sekadar pembangunan. Menurutnya, perlu ada sistem koordinasi antarmasjid agar dapat saling membantu.
"Namun, hal itu masih butuh penyamaan persepsi antarpengurus masjid," katanya.