REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Heri Ruslan
Ilmuwan Muslim terpandang di zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyah ini dikenal sebagai ahli matematika. Menurut JJ O'Connor dan EF Robertson, matematikus Muslim dari abad ke-9 M itu telah berjasa dalam meletakkan dasar-dasar matematika modern.
Ia memainkan peran penting dalam penemuan hitungan integral, geometri analitik, dalil trigonometri lingkaran serta konsep angka-angka riil.
“Dalam ilmu mekanik, dia adalah seorang pendiri ilmu statika (ilmu kesetimbangan),” ujar O'Connor dan Robertson dalam tulisannya tentang biografi sang ilmuwan. Si jenius dari Harran, Mesopotamia (Turki) itu pun menguasai ilmu astronomi. Dalam bidang luar angkasa ini, sejarah mencatatnya sebagai salah seorang pembaharu pertama terhadap sistem ptolemeus.
Sang matematikus Muslim yang berotak encer itu bernama Thabit Ibnu Qurra. Nama lengkapnya Thabit Ibn Qurra Ibn Marwan al-Sabi’al-Harrani. Ia Terlahir pada tahun 836 di Harran, Mesopotamia – sekarang Turki. Awalnya, dia adalah anggota sekte Sabian – kelompok penyembah bintang. Lantaran menuhankan bintang, anggota sekte ini sangat termotivasi untuk mempelajari astronomi.
Pada zamannya, sekte ini telah melahirkan sederet astronom dan matematikus berkualitas. “Sekte ini memiliki hubungan yang kuat dengan Peradaban Yunani, sehingga mengadopsi kebudayaannya,” papar O'Connor dan Robertson. Ketika Islam berkembang makin meluas, sekte Sabian yang awalnya berbahasa Yunani akhirnya berada dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Perlahan namun pasti, anggota sekte Sabian pun mulai memeluk Islam. Mereka pun mulai menggunakan bahasa Arab mengganti bahasa Yunani. Sejumlah dokumen menyebutkan pada usia muda, Thabit berprofesi sebagai pedagang penukaran mata uang. Ini menunjukkan bahwa Thabit berasal dari keluarga berada dan berpengaruh di komunitasnya.
Sejak muda, Thabit dikenal sangat cerdas. Ia menguasai bahasa Arab, Yunani dan Syriac. Suatu hari, seorang ilmuwan terkemuda dari Baghdad Muhammad ibnu Musa ibnu Shakir berkunjung ke Harran. Ia sungguh terkagum-kagum dengan pengetahuan bahasa yang dikuasi Thabit muda. “Sungguh seorang anak muda yang sangat potensial,” cetus Ibnu Musa.
Sang ilmuwan pun kemudian menyarakan agar Thabit hijrah ke Baghdad – kota metropolis intelektual. Ibnu Musa memintanya agar mau belajar matematika pada dirinya dan saudaranya. Tawaran itu tak disia-siakan Thabit. Ia pun hijrah meninggalkan tanah ke lahirannya untuk menimba ilmu matematika dan belajar kedokteran di Baghdad.
Setelah menamatkan pendidikannya, dia sempat kembali ke kota kelahirannya Harran. Sayangnya, dia tak harus berhadapan dengan pengadilan lantaran pemikirannya yang dianggap berbahaya. Guna menghindari hukuman, Thabit pun lari ke Baghdad. Di pusat pemerintahan Abbasiyah itu dia mengaddikan dirinya sebagai astronom istana. Thabit pun berada dalam lindungan Khalifah Al-Mu'tadid – salah seorang khalifah Abasiyah yang terkemuka.
Kemampuan Thabit dalam bahasa Arab dan Yunani dimanfaatkan khalifah. Thabit diminta untuk menerjemahkan teks-teks berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Sebagai ahli matematika, Thabit pun menerjemahkan dan merevisi karya-karya besar yang semat ditulis Peradaban Yunani.
Meski bertugas untuk menerjemahkan karya-karya besar, bukan berarti Thabit hanya menjiplak pengetahuan dari Yunani. Berbekal kecerdasannya, ilmuwan Muslim yang brilian ini justru telah menemukan sederet penemuan yang sangat penting bagi perkembangan ilmu matematika.
Selain itu, Thabit juga berjasa dalam mengembangkan ilmu astronomi. Karya Thabit dalam astronomi yang terkenal berjudul Concerning the Motion of the Eighth Sphere. Selain itu, sang ilmuwan juga mempublikasikan hasil pengamatannya tentang Matahari. Hingga kini, tak kurang dari delapan risalah yang ditulisnya pada abad ke-9 M tentang astronomi masih eksis.
Thabit pun telah memainkan peranan yang sangat penting dalam menjadikan astronomi sebagai ilmu eksak. Ia telah menteorisasi hubungan observasi dan teori, mematematisasi astronomi serta fokus pada pententangan hubungan antara astronomi matematika dengan astronomi fisik.
Ia didapuk sebagai pendiri Ilmu Keseimbangan berkat kitab penting yang ditulisnya bertajuk Kitab fi'l-qarastun (Buku Kesimbangan Balok). Inilah karyanya yang monumental dalam bidang Ilmu Mekanik. Salah satu adikaryanya itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gherard of Cremona. Tak heran, jika karya Thabit itu menjadi sangat populer di dunia Barat. Melalui karyanya itu, Thabit mampu membuktikan asa-sas keseimbangan pengungkit.
Dalam bidang filsafat, Thabit pun banyak melahirkan risalah. Salah satu risalahnya yang masih eksis adalah hasil percakapannya dengan Abu Musa Isa ibnu Usayyid – muridnya yang beragam Kristen. Kepada Thabit Ibnu Usayyid banyak bertanya tentang berbagai hal dan semuanya dijawab Thabit. Risalah percakapan antara Thabit dengan muridnya itu hingga kini masih ada. Risalah itu masih jadi bahan diskusi dan perdebatan.
Meski terpengaruh dengan Plato dan Aristotels, namun Thabit pun kerap mengkritisi ide-ide ilmuwan asal Yunani itu. Thabit banyak mengoreksi pemikiran Plato dan Aristoteles, khususnya mengenai gerakan (motion). Hal itu tampak pada ide-denyanya yang didasarkan pada penerimaan penggunaan pendapat mengenai gerakan dalam argumen-argumen geometrikalnya.
Semasa hidupnya, Thabit juga menulis risalah tentang logika, psikologi, etika, klasifikasi ilmu, tata bahasa Syriac, politik, agama, serta kebudayaan Sabian. Jejaknya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dilanjutkan oleh puteranya, Sinan ibnu Thabit dan cucunya Ibrahim ibnu Sinan ibnu Thabit. Kedua buah hatinya itu juga menjelma sebagai ilmuwan besar yang juga berkontribusi dalam mengembangkan matematika.
Thabit meninggal pada 18 Februari 901 di Baghdad. Meski begitu, jasa dan kontribusinya dalam beragam ilmu hingga kini masih dikenang. Sosok dan kiprahnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan layak dijadikan contoh oleh generasi muda Muslim di era globalisasi ini. “Hanya dengan menguasai ilmu pengetahuanlah, Islam akan bangkit dan menguasai dunia,” ungkap Dr Youssef Chebli Phd, ketua World Islamic Mission Association.