REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Bali Muhammad Zainal Abidin telah melakukan pengawalan terkait kasus dugaan ucapan SARA Senator Arya Wedakarna ke Polda Bali. Selain itu, menurut dia, MHH PW Muhammadiyah Bali sendiri juga akan melaporkan Arya Wedakarna kepada Badan Kehormatan (BK) DPD RI terkait pelanggaran kode etik.
"Pengacaranya adalah saya sekaligus Ketua Majelis Hukumnya Muhammadiyah. Dan rencananya dalam waktu dekat Muhammadiyah juga akan membuat laporan di BK DPD RI terkait masalah pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Arya Widakarna," ujar Zainal saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/1/2023).
Dengan adanya kasus ini, menurut Zainal, Muhammadiyah bersama MUI juga berencana untuk bersilaturrahim dengan organisasi masyarakat, ormas Islam, dan organisasi keagamaan lainnya di Bali, termasuk dengan majelis tertinggi agama Hindu Indonesia, yaitu Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
"Kita juga akan berkonsolidasi dan bersilaturrahmi dengan organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan, seperti PHDI, FKUB dan sebagainya untuk menunjukkan bahwa kearifan, toleransi dan keberagaman yang ada di Bali itu sudah terpupuk dengan baik dan hanya oknum ini (Arya) saja yang menjadi permaslahan," ucap Zainal.
Sebagai Sekretaris Komisi Hukum MUI Bali, dia mengungkapkan bahwa komunikasi tersebut saat sudah dibangun. Hal ini dilakukan untuk mempererat rasa persaudaraan antar anak bangsa.
"Dengan PHDI kita bangun, dengan FKUB juga kita bangun bahwa perlu kita mempererat rasa persaudaraan antar anak bangsa ini. Dan dari pihak mereka pun, mungkin bisa dikonfirmasi mereka juga sangat menyesalkan dan menyayangkan apa yang dikakukan oleh Arya Wedakarna dengan narasi-narasi yang dia lakukan itu," kata Zainal.
Pada Kamis (4/1/2023) lalu, sekitar 200 umat Muslim Bali juga telah menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPD RI Bali, Denpasar. Mereka menuntut pertanggungjawaban Senator Arya Wedakarna atas pernyataannya yang dianggap memecah belah keharmonisan umat.
"Itu juga dari Pimpinan PWM Bali juga turun dalam aksi tersebut. Dan memang kita meninjau, melihat juga banyak juga laporan yang ada di daerah lain. Bahkan, dalam waktu dekat ini MUI bisa jadi membuat laporan juga nanti ke Bareskrim. Karena sedang kita susun juga materinya untuk kita bawa ke Bareskrim," jelas Zainal.
Tidak hanya melakukan advokasi terhadap kasus ini, tambah dia, pada 2017 lalu sebenarnya Muhammadiyah juga telah mengajukan laporan pidana untuk menjerat Arya Wedakarna. Pada tahun itu, menurut dia, prosesnya sudah masuk penyidikan dan Arya Wedakarna sudah diperiksa dalam proses penyidikan tersebut.
"Seharusnya saat itu Polda Bali tinggal melakukan gelar perkara jadi tersangka dia, tapi Polda Bali sampai sekarang belum melakukan gelar perkara. Padahal Arya Wedakarna sudah diperiksa dalam proses sidik, dalam proses pro justitia itu sudah diperiksa, tapi Polda Bali belum melakukan gelar perkara," ujar Zainal.
Seandainya Polda Bali melakukan gelar perkara, kata dia, tentu Arya Wedakarna akan menjadi tersangka.
"Karena saksi-saksi semua sudah diperiksa, baik ahli agama, saksi bahasa, ahli bahasa, saksi ahli pidana, itu semua secara komprehensif sudah diperiksa terkait LP yang 506 tahun 2017 itu. Itu sama juga, terkait penistaan agama dan ujaran kebencian berbau SARA. Pasalnya pun sama," ucap Zainal.
Dia pun mengimbau kepada segenap anak bangsa untuk tetap mengaga kerukunan, kenyamanan, ketertiban, dan keamanan. Untuk menciptakan itu, kata dia, maka penting adanya kepastian hukum dan keadilan hukum.
"Jadi, kami mengimbau dan kami mendesak juga dari penegak hukum untuk tegas, untuk benar-benar menegakkan hukum ini agar ada efek jera yang diterima oleh Arya Wedakarna dan itu bisa menjawab rasa keadilan yang ada di tengah masyarakat agar kegaduhan ini tidak terus terjadi. Solusinya, penegakan hukum, kepastian hukum itu harus dijalankan," kata Zainal.