REPUBLIKA.CO.ID, Para ulama Indonesia perlu bergabung dalam lembaga fatwa internasional.
Masyarakat tentu tak mampu memutuskan sendiri hukum sebuah permasalahan. Untuk berijtihad pun tak sembarang orang dapat melakukannya.
Sementara semakin hari semakin banyak hal baru yang tak tersirat hukumnya dalam Alquran dan Hadis. Bertanya kepada mufti menjadi cara masyarakat mendapatkan hukum permasalahan tersebut.
Dalam sistem hukum Islam, fatwa memiliki kedudukan tersendiri. Umat menganggapnya sebagai ijtihad ulama yang menjadi pemecah permasalahan hukum yang melanda mereka. Tak semua orang dapat melakukan ijtihad meski ia orang saleh sekalipun. Banyak syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan ijtihad.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengatakan, mufti harus memenuhi sejumlah syarat. Di antaranya, memiliki pemahaman Alquran dan Hadis secara mendalam. Ilmu agama termasuk bahasa Arab juga harus dikuasai sang pemberi fatwa.
"Dalam menetapkan fatwa, harus ada manhaj (metodologi). Jika berfatwa tanpa ilmu, tanpa mengindahkan manhaj, ia berdosa," ujarnya.
Dengan ketatnya syarat mufti diharapkan fatwa yang diberikan tak akan menyesatkan umat. Fatwa akan menjawab permasalahan umat.
Menurut Guru Besar Studi Syariah dan Teologi Universitas Al-Qassim, Arab Saudi, Abdullah bin Mohammed bin Ahmed Al-Tayyar, terdapat sedikitnya lima manfaat fatwa bagi Muslimin, yakni menghapus kebodohan, memberikan jalan bagi masyarakat menemukan jalan kebenaran, mendekatkan bangsa dengan para cendekiawan Muslim, menumbuhkan perhatian akan ilmu, serta membantu umat menerapkan sanksi hukum dengan benar.