Jumat 08 Nov 2024 19:19 WIB

Samudra Pasai dalam Catatan Ibnu Batutah

Ibnu Batutah terkesan dengan raja Samudra Pasai, fasih bahasa Arab dan dekat ulama.

ILUSTRASI Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Aceh menjadi pusat kerajaan Islam Samudra Pasai.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
ILUSTRASI Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Aceh menjadi pusat kerajaan Islam Samudra Pasai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buya Hamka dalam bukunya, Sejarah Umat Islam, menuturkan histori Samudra Pasai. Konon, inilah kerajaan Islam pertama di seluruh Indonesia.

Pemimpinnya bernama Merah Silu. Sejak memeluk Islam, tokoh ini berganti nama menjadi dengan Sultan al-Malikush Shaleh.

Baca Juga

Penggantian nama itu dilakukan atas saran Syekh Ismail, yakni sosok dari Makkah yang mendakwahkan Islam kepada Merah Silu.

Merah Silu alias Sultan al-Malikush Shaleh menguasai pesisir utara Aceh atau daerah sepanjang Sigli hingga Lhokseumawe kini. Dia menjadikan daerah antara Sungai Jambu Air dan Sungai Pasai (Krueng Pase) sebagai pusat pemerintahan pada 1267 M.

Para arkeolog dari abad modern telah meneliti penemuan kompleks makam raja-raja Samudra Pasai di daerah tersebut. Sejumlah batu nisan di sana berbahan pualam putih yang dihiasi dengan ukiran-ukiran beraksara Arab.

Makam yang tertua, yakni bertuliskan nama Sultan al-Malikush Shaleh, diketahui berasal dari tahun 692 Hijriah atau 1297 Masehi.

Sultan al-Malikush Shaleh menikah dengan putri Raja Perlak. Pada masa ini, Kerajaan Perlak mulai menjadi bagian dari Samudra Pasai.

Putranya kelak menggantikannya sebagai raja Samudra Pasai dengan gelar al-Malikuzh Zhahir I. Menurut Buya Hamka, julukan ini juga berkaitan dengan pengaruh Makkah dan Mesir.

Sebab, azh-Zhahir merupakan gelar sultan Dinasti Mamluk Mesir, yang mengendalikan pemerintaha Haramain kala itu.

Untuk selanjutnya, al-Malikuzh Zhahir II naik takhta. Menurut Buya Hamka, dialah raja Samudra Pasai yang ditemui pengelana masyhur dari Maroko, Ibnu Batutah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement