REPUBLIKA.CO.ID, Peningkatan kualitas guru perlu terus diupayakan.
Akhlak dan moralitas, adalah ruh dari eksistensi sebuah komunitas. Bila akhlak tak lagi diindahkan, keberadaan mereka berarti ketiadaan. Akhlak ini pulalah yang dinilai raib dari sebagian pelajar.
Pelajaran tentang pekerti kurang ditanamkan sebagai sebuah nilai hidup. Ini disinyalir menjadi salah satu penyebab maraknya aksi tawuran di kalangan pelajar.
Menurut Pengamat Pendidikan, Prof Yunan Yusuf, pengajaran dan penanaman akhlak di sekolah-sekolah masih terhenti pada cara kognitif. Pelajaran pekerti belum menyentuh sisi afektif dan psikomotorik. “Akibatnya, studi akhlak yang diajarkan sebatas teori dan mengisi rapor,” ujarnya.
Prof Yunan menegaskan, persoalan tidak terletak pada kurikulum pendidikan. Struktur standar nasional pendidikan dan standar isi dan kompetensi lulusan telah meletakkan keseimbangan antara ketiga aspek sekaligus, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ini di tambah pula dengan pengayaan dan keterampilan. Artinya, memang kurikulum sudah memadai bila diterapkan sesuai standar yang ada. Masalahnya, kata Yunan, pelak sanaan kurikulum tersebut belum dijalankan maksimal sesuai dengan target dan harapan para guru.
Ia menilai perlu peningkatan profesionalisme guru, terutama menyangkut kompetensi moralitas. Ini penting agar para pendidik tersebut tidak hanya menekankan aspek kognitif dalam pembelajaran mereka. “Perbaiki dan tingkatkan kualitas guru,” saran Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Menurutnya, penting pula menciptakan hubungan antara guru dan murid, seperti tradisi yang berlaku di madrasah. Keterikatan antara pelajar dan pendidik di lembaga itu membantu upaya penanaman akhlak tiap pelajar.
Akan lebih maksimal lagi bila didukung dengan upaya penambahan ekstrakulikuler yang bertujuan mendorong kebersamaan siswa. Tidak hanya di internal sekolah, tetapi juga eksternal lembaga hingga ke tingkat nasional.