REPUBLIKA.CO.ID, Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram.
''Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan,'' papar fatwa itu.
Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah?
MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981.
Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.
Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.''
Kedua, apabila mani yang ditabung tersebut mani suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. ''Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara','' papar ulama NU dalam fatwa itu.