Jumat 02 Nov 2012 09:56 WIB

Disdukcapil Usut KTP Bodong Haji

Rep: Edy Setyoko/ Red: Dewi Mardiani
Jamaah haji Indonesia (ilustrasi).
Foto: Republika/Rakhmawaty
Jamaah haji Indonesia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Mulai Sabtu (3/11) ini, jamaah haji kloter awal asal Kabupaten Klaten mulai tiba di kampung halaman. Di antara 1.140 jumlah jamaah tahun 2012 ini, 52 orang di antaranya disinyalir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat menggunakan KTP (Kartu Tanda Penduduk) palsu alias bodong.

Disdukcapil memang terlambat menangani kasus KTP bodong jamaah haji 2012 ini. Jamaah haji terlanjur berangkat ke Tanah Suci. Kepala Disdukcapil, Joko Wijono, Jumat (2/11), terkejut mengetahui ada pemberitaan soal KTP aspal atau bodong yang diduga digunakan oleh jamaah haji Kabupaten Klaten.

Ia mengaku kecolongan adanya temuan kasus ini. Ini bukti kurang jeli petugas pengolah data entry KTP. Ditegaskannya, pihaknya akan terus menelusuri dugaan penggunaan KTP bodong ini.

Menurut pengakuan Joko, jamaah haji sebelum berangkat ke Tanah Suci, pihaknya sudah melakukan verifikasi terhadap setiap identitas calon jamaah haji. Ini dilakukan secara tertib dan ketat. Meski begitu, ternyata masih ada juga kekurangan. ''Ini keteledoran kita semua,'' akunya.

Untuk itu, pihaknya juga akan diterjunkan tim ke lapangan. Tim itu akan melakukan pengecekan ke alamat jamaah haji. Upaya itu untuk menelusuri siapa saja yang diduga ber-KTP aspal alias bodong.

“Kalau perlu pengecekan hingga ke tingkat RT, RW, desa dan kecamatan. Jika terbukti ada perangkat desa atau petugas kecamatan yang bermain, tentu akan ada dikenai sanksi tegas. Sanksi juga diberikan kepada jamaah haji yang menggunakan KTP aspal,” tandas Joko.

Informasi dari 52 jamaah haji bodong itu, terbanyak ditemukan di Kecamatan Tulung, yakni ada 19 jamaah haji. Disusul Kecamatan Karanganom ada 15 jamaah, serta Kecamatan Pedan dan Trucuk masing-masing sembilan jamaah.

Sekadar diketahui, penerbitan KTP selain bisa dilakukan Kantor Disdukcapil, juga kantor kecamatan. Yang membedakan adalah kode-nya, di mana KTP itu dibuat, dari kode itu bisa dibedakan dari pihak mana pembuatnya. Selain pemerintah kecamatan, pemerintah desa juga perlu diajak koordinasi karena awal surat pengantar dari desa.

 

Anggota Komisi II DPRD Klaten, Sunarto, menduga jamaah haji yang menggunakan KTP aspal itu berasal dari luar Klaten. “Dari laporan yang kami terima, masing-masing IPHI kecamatan tidak mengenal daftar nama sejumlah jamaah haji. Kemungkinan mereka dari luar Klaten,” tuturnya.

 

Ketua II IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kecamatan Karanganom, Kusdiyono, mengatakan, dari empat kloter dengan jumlah 1.140 calon jemaah haji, yakni Kloter 10, 11, 12, dan 13, hanya Kloter 11 yang bermasalah. Dari empat kecamatan di wilayah Timur ada jamaah haji yang diduga menggunakan KTP aspal.

“Temuan itu diketahui saat manasik terakhir atau sebelum berangkat ke Tanah Suci. Mereka tidak pernah hadir ke manasik, meski sudah dikasih undangan. Sedangkan saat berangkat, mereka tidak dikenal. Kami memang sudah menemukan sejak awal. Namun, takut jika akan menghalang-halangi orang naik haji.

Berdasarkan UU No 23 tahun 2006, tentang Pemalsuan Identitas, jika terbukti terjadi pemalsuan KTP, maka pelaku dapat terancam hukuman pidana enam tahun atau denda sebesar Rp 50 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement