REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Dehidrasi atau kekurangan cairan menjadi ancaman utama kesehatan para jamaah calon haji terutama saat menjelang masa Armina (Arafah-Muzdalifah-Mina). ‘’Dehidrasi bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, dari yang ringan sampai kematian,’’ ujar Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Azimal Zainal Zein, Senin (22/10).
Menurut Azimal, dehidrasi menjadi pemicu utama banyak jamaah calon haji yang jatuh sakit. Sebut saja seperti gangguan nyeri dada, gangguan pencernaan, sampai disorientasi. ‘’Tidak jarang ada jamaah yang mengalami disorientasi atau semacam gangguan mental, namun ketika diperiksa lebih detail ternyata pemicunya adalah dehidrasi. Ketika cairan tubuhnya sudah dipenuhi, jamaah tersebut langsung pulih,’’ kata Azimal.
Sedangkan Kepala Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Daerah Kerja Makkah, Agus Widiyatmoko, mengungkapkan dehidrasi memicu masalah kesehatan. Dikatakannya, masalah kesehatannya ditimbulkan karena tubuh kekurangan cairan, kerja jantung menjadi lebih berat, darah mengental, dan aliran oksigen ke otak pun turut berkurang.
Karena itulah Agus menyarankan agar jamaah calon haji sering minum. ‘’Jika di Indonesia kita biasa minum hingga dua liter air setiap hari, saat berada di Tanah Suci jumlahnya harus meningkat hingga 3-4 liter per hati,’’ kata dia.
Untuk masa persiapan Armina, dia turut menyarankan agar jamaah membawa bekal kurma. ‘’Cukup mengonsumsi 3-5 butir kurma setidaknya tiga kali dalam sehari,’’ ujarnya.
Hal senada turut diungkapkan oleh Azimal. Menurut dia, kurma bisa menjadi cadangan energi yang cukup. ‘’Dengan mengonsumsi kurma dan minum dalam jumlah cukup, ini membantu jamaah untuk mempertahankan kondisi tubuh agar lebih stabil selama Armina,’’ katanya.
Menjelang masa Armina, Azimal pun menyarankan agar jamaah calon haji mengurangi aktivitas yang menguras energi. ‘’Sebaiknya tiga hari sebelum wukuf lebih banyak berada di pemondokan. Ibarat mau perang, sebaiknya istirahat total selama tiga hari. Tidak usah ke mana-mana,’’ kata dia.
Untuk menghadapi suhu panas di Tanah Suci, Azimal juga memberikan saran yang serupa: banyak minum. ‘’Terutama karena kelembaban di Arab Saudi yang terbilang rendah yang sekitar 25 persen saja. Bandingkan dengan di Jakarta yang kelembabannya mencapai 80-90 persen. Dengan begitu, kita seringkali tidak berkeringat dan tidak merasakan haus. Padahal, sebenarnya tubuh kita sudah mengalami kekurangan cairan,’’ lanjut Azimal.
Selain itu, Azimal juga menyarankan agar menghindari paparan langsung sinar matahari. ‘’Ketika wukuf juga jangan bepergian terlalu jauh, cukup di dalam tenda saja.’’