REPUBLIKA.CO.ID, Pengkajian tentang sufisme tidak dapat didekati, misalnya, dari sudut pandang tunggal, bahwa hal itu adalah suatu sistem mistikal yang dirancang untuk menghasilkan ekstasi dan didasarkan atas konsep-konsep teologis.
Sebagaimana sebuah puisi sufi oleh Omar Khayyam, menyatakan:
Di dalam bilik kecil dan beranda biara,
di dalam biara Kristen dan gereja Yahudi,
Di sini orang merasa takut akan neraka,
lainnya bermimpi tentang surga.
Tetapi ia yang tahu rahasia-rahasia kebenaran dari Tuhannya
Tidak menanam benih-benih seperti itu di dalam hatinya.
Tampaknya tidak mungkin bahwa banyak kemajuan terhadap pengertian yang tersebar luas tentang gagasan-gagasan sufi akan terjadi hingga lebih banyak para sarjana membantu diri mereka sendiri terhadap metode-metode interpretatif tentang sufi.
Jika tidak demikian, mereka akan melanjutkan upaya yang sia-sia tentang fenomena kedua. Sebaliknya, hal ini menambah satu problem khusus untuk sufi itu sendiri. Sebagaimana kata Ibnu Arabi, "Sufi harus berbuat dan berbicara dalam suatu cara yang menggunakan pertimbangan pengertian, batas-batas, dan prasangka-prasangka yang secara dominan menyelimuti pendengarnya."
Belajar yang benar tentang gagasan-gagasan sufi tergantung atas penyediaan dan penggunaan yang benar dari literatur dan juga hubungan dengan pelatih atau pembimbing sufi.
Sebagaimana tersedianya literatur, waktu mungkin mendapatkan hak tersebut dalam pelajaran biasa terhadap peristiwa-peristiwa, meski dua pengalaman tersisa menunjukkan bahwa kehilangan, lagi-lagi, mungkin menjadi serius.
Satu diantara buku-buku saya telah dikritik oleh seorang skolastik yang ulung dan ahli sufisme di Timur Tengah atas alasan atau dasar bahwa pelawak (the Joker) Mullah Nashruddin bukan tokoh atau figur instruksi sufi.
Dia tidak tahu pada waktu itu dan mungkin tetap tidak tahu, bahwa pada saat itu seorang murid Eropa telah benar-benar tinggal dalam suatu komunitas darwis di Pakistan yang menggunakan Mullah Nashruddin dan tidak ada lainnya sebagai materi pelajaran.