Jumat 19 Oct 2012 13:12 WIB

Kesulitan-Kesulitan dalam Pemahaman Sufisme (2)

Whirling Darwishes (ilustrasi).
Foto: trekearth.com
Whirling Darwishes (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi siapa yang ingat sajak kanak-kanak mereka, mungkin dapat memahami satu aspek dari kajian berkaitan dengan Sufi dengan memikirkan tentang ketidakberuntungan Humpty-Dumpty.

Seperti Humpty, gagasan-gagasan Sufi telah mengalami suatu kejatuhan yang besar—ketika telah dipakai pada tingkatnya terendah. Sebagai konsekuensi, mereka telah jatuh ke dalam semua jenis tempat-tempat asing sama sekali.

Lihat pada nukilan-nukilan Humpty, kita dapat menyebutnya para cendekiawan emosionalis dan konvensionalis, 'kuda-kuda milik raja' dan 'para lelaki milik raja' dalam sajak. Seperti mereka, ada suatu sifat yang tak dapat dielakkan mengenai ketidakberdayaan menghadapi persoalan.

Seorang laki-laki dan seekor kuda—atau beberapa dari mereka—milik seorang raja atau sebaliknya, adalah cocok hanya untuk sebegitu banyak tugas, tidak lebih. Sesuatu yang hilang, sebagaimana dalam sajak kanak-kanak: dan kecuali (kalau) mereka kaum Sufi atau menggunakan metode-metode kaum Sufi, mereka tidak dapat 'menempatkan Humpty bersama-sama lagi'.

Mereka memiliki kuda dan mereka memiliki orang laki-laki, tetapi mereka tidak mendapatkan kendaraan, ilmu pengetahuan.

Jika gagasan-gagasan Sufi, sebagaimana diungkapkan di dalam buku-buku dan diantara komunitas-komunitas yang berhubungan dengan persiapan atau 'anak yatim', dan bentuk yang telah ditentukan oleh ajaran-ajaran dan keberadaan suatu contoh yang bersifat manusiawi, sesungguhnya dirancang untuk melahirkan (menghasilkan) suatu bentuk daya pikir yang lebih bernilai daripada pemikiran yang bersifat mekanis, murid mungkin mengajukan alasan bahwa dia berhak tahu mengenai hasil tersebut.

Dia mungkin berharap menemukan kaum Sufi mengambil satu bagian, tanpa kecuali, secara signifikan atau bahkan menentukan dalam peristiwa-peristiwa kemanusiaan.

Sementara Sufi tidak akan menerima bahwa aklamasi publik adalah apa yang ia cari (paling banyak dari mereka lari), dan bahwa dia tidak khawatir atau menginginkan untuk menjadi seorang Albert Schweitzer—bersama dengan—Napoleon bersama dengan—Einstein, meski terdapat bukti-bukti yang demikian berkesan dari pusaka atau warisan Sufi yang sangat kuat.

Lebih mengejutkan daripada itu, bagi siapa yang mencari label dan batas Sufisme sebagaimana dengan cara yang sederhana ini, atau cara pemujaan itu, merupakan perluasan dan jenis-jenis dari dampak Sufi, mengesampingkan klaim Sufi bahwa tokoh terbesar mereka nyaris selalu tanpa nama (tak dikenal).

sumber : Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah/Media Isnet
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement