Selasa 18 Sep 2012 19:33 WIB

Upaya Islam Membebaskan Perbudakan (3)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).
Foto: crethiplethi.com
Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, 5.  Anjuran untuk mendidik dan mengajari budak. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang memiliki budak. maka ia harus mengajarinya dan memperlakukannya dengan baik serta mengawinkannya. Dengan demikian ia mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat kelak.” (HR. Abu Dawud).

Adapun langkah-langkah yang ditempuh Islam dalam menghapus perbudakan antara lain sebagai berikut.

1. Memerdekakan budak. Hal ini merupakan suatu kebaikan yang membawa pelakunya dekat dengan rahmat Allah SWT, di samping mendapat janji baik dengan mendapatkan surga.

2. Menetapkan sanksi berbagai pelanggaran hukum untuk memerdekakan budak, seperti sanksi sumpah palsu, pembunuhan tidak sengaja, dan zihar.

3. Memerintahkan majikan agar memberi kesempatan bagi budaknya untuk menebus diri (mukatabah). Dengan demikian, budak berhak untuk mendapatkan bagian zakat sebagai usaha untuk memerdekakan dirinya.

4. Melaksanakan nazar yang berisi memerdekakan budak bila persyaratan yang diucapkan dalam nazar tersebut terpenuhi.

Kedudukan Budak dalam Hukum Islam.

Menurut jumhur ulama, aurat bagi budak perempuan ialah anggota badan antara pusat dan lutut. Hai ini berdasarkan hadis dari Amr bin Syu'aib bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang kamu menikahi budak wanitanya, maka janganlah kamu melihat daerah antara pusar dan lututnya karena daerah antara pusar dan lutut adalah aurat.” (HR. Daruqutni, al-Hakim, Abu Dawud, dan Ahmad bin Hanbal).

Sedangkan Ibnu Hazm tidak membedakan aurat wanita budak dengan wanita merdeka karena tidak ada alasan yang membedakannya. Menurutnya, hadis Amr bin Syu'aib di atas adalah hadis daif.

Dalam masalah haji, bila seseorang masih berstatus sebagai budak sewaktu bemiat ihram, maka hajinya jatuh menjadi sunah dan ia masih diwajibkan untuk melaksanakan haji bila ia kelak merdeka karena menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, esensi dari pelaksanaan haji dimulai sejak melakukan niat haji dengan memakai pakaian ihram.

Hal tersebut didasarkan pada sabda Rasullulah SAW, "Siapa saja di antara hamba yang melakukan haji kemudian ia merdeka, maka ia masih berkewajiban untuk melaksanakan haji.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement