Selasa 04 Sep 2012 16:21 WIB

Fenomena Al-Ghazali (4-habis)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Imam Al-Ghazali (ilustrasi).
Foto: encyclopedia.com
Imam Al-Ghazali (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai pimpinan komunitas intelektual Islam, Al-Ghazali begitu sibuk mengajarkan ilmu hukum Islam di madrasah yang dipimpinnya.

Empat tahun memimpin Madrasah Nizamiyyah, Al-Ghazali merasa ada sesuatu dalam dirinya. Batinnya dilanda kegalauan.

Ia merasa telah jatuh dalam krisis spiritual yang begitu serius. Al-Ghazali pun memutuskan untuk meninggalkan Baghdad. Kariernya yang begitu cemerlang ditinggalkannya.

Setelah menetap di Suriah dan Palestina selama dua tahun, ia sempat menunaikan Ibadah Haji ke Tanah Suci, Makkah. Setelah itu, Al-Ghazali kembali ke tanah kelahirannya. Sang ulama pun memutuskan untuk menulis karya-karya serta mempraktikkan Sufi dan mengajarkannya.

Lantas apa yang membuat Al-Ghazali meninggalkan kariernya yang cemerlang dan memilih sufisme?

Dalam otobiografinya, dia menyadari bahwa tak ada jalan menuju ilmu pengetahuan yang pasti atau pembuka kebenaran wahyu kecuali melalui sufisme. Itu menandakan bahwa bentuk keyakinan Islam tradisional mengalami kondisi kritis pada saat itu.

Keputusan Al-Ghazali untuk meninggalkan kariernya yang cemerlang juga boleh jadi sebagai bentuk protesnya terhadap filsafat Islam. Al-Ghazali akhirnya tutup usia pada usianya yang ke-70 pada tahun 1128 M di Kota Tus, Khurasan, Iran. Meski begitu, pemikiran Al-Ghazali tetap hidup sepanjang zaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement