Oleh: Komaruddin Hidayat *
Jadi, tujuan utama ajaran tasawuf adalah membantu seseorang bagaimana caranya seseorang bisa memelihara dan meningkatkan kesucian jiwanya sehingga dengan begitu ia merasa damai dan juga kembali ke tempat asal muasalnya dengan damai pula (QS. 89: 27).
Secara garis besar tahapan seorang mukmin untuk meningkatkan kualitas jiwanya terdiri dari tiga maqam. Pertama, dzikir atau ta'alluq pada Tuhan. Yaitu, berusaha mengingat dan mengikatkan kesadaran hati dan pikiran kita kepada Allah.
Di manapun seorang mukmin berada, dia tidak boleh lepas dari berpikir dan berdzikir untuk Tuhannya (QS. 3: 191). Dari dzikir ini meningkat sampai maqam kedua—takhalluq. Yaitu, secara sadar meniru sifat-sifat Tuhan sehingga seorang mukmin memiliki sifat-sifat mulia sebagaimana sifat-Nya.
Proses ini bisa juga disebut sebagai proses internalisasi sifat Tuhan ke dalam diri manusia. Dalam konteks ini kalangan sufi biasanya menyandarkan hadits Nabi yang berbunyi, "Takhallaqu bi akhlaq-i Allah."
Maqam ketiga tahaqquq, yaitu suatu kemampuan untuk mengaktualisasikan kesadaran dan kapasitas dirinya sebagai seorang mukmin yang dirinya sudah "didominasi" sifat-sifat Tuhan sehingga tecermin dalam perilakunya yang serba suci dan mulia.
Maqam tahaqquq ini sejalan dengan Hadits Qudsi yang digemari kalangan sufi yang menyatakan bahwa bagi seorang mukmin yang telah mencapai martabat yang sedemikian dekat dan intimnya dengan Tuhan maka Tuhan akan melihat kedekatan hamba-Nya.
Dalam tradisi tasawuf yang menjadi fokus kajiannya ialah apa yang disebut gaib atau hati dalam pengertiannya yang metafisis. Beberapa ayat Alquran dan hadits menegaskan bahwa hati seseorang bagaikan raja, sementara badan dan anggotanya bagai istana dan para abdi dalem-nya. Kebaikan dan kejahatan kerajaan itu akan tergantung bagaimana perilaku sang raja.
* Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta