Rabu 25 Jul 2012 13:16 WIB

Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri (2)

Ilustrasi
Foto: indonesiaoptimis.com
Ilustrasi

Oleh: Komaruddin Hidayat *

Perbedaan-perbedaan ini muncul dalam benak manusia karena pada dasarnya yang bertuhan adalah manusia, di mana manusia itu lahir, tumbuh dan berkembang dibentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dijumpai dalam realitas sejarah hidupnya.

Jadi, bila langkah pertama untuk mengenal Tuhan adalah mengenal diri sendiri terlebih dahulu secara benar, maka langkah pertama yang harus kita tempuh ialah bagaimana mengenal diri kita secara benar.

 

Bagi mereka yang berpandangan atau terbiasa dengan metode berpikir empirisme-materialistik akan sulit diajak untuk menghayati makna penyempurnaan kualitas insani sebagaimana yang lazim diyakini di kalangan para sufi.

Kritik terhadap aliran materialisme akhir-akhir ini semakin gencar, dan akan mudah dijumpai pada berbagai bidang studi keilmuan Barat kontemporer dengan dalih, antara lain, paham ini telah mereduksi keagungan manusia yang dinyatakan Tuhan sebagai moral and religious being.

 

Ralph Ross, misalnya, memberikan contoh yang amat sederhana tetapi gamblang betapa miskinnya penganut materialisme dalam memahami kehidupan yang penuh nuansa ini.

Progressive reductionism works as follows. An art object is only mass and light waves; an act of love only chemiphysical, only electrical charges; therefore, the art object or act of love is only a flow of electricity. (Ralph Ross,  1962,  hal. 8).

 

Pandangan yang begitu dangkal tentang manusia secara tegas dikritik oleh Alquran. Menurut doktrin Alquran, manusia adalah wakil  Tuhan di muka bumi untuk melaksanakan 'blueprint'-Nya membangun bayang-bayang surga di bumi ini (QS. 2:3). 

Lebih dari itu, dalam tradisi sufi terdapat keyakinan yang begitu populer bahwa manusia sengaja diciptakan Tuhan karena dengan penciptaan itu Tuhan akan melihat  dan menampakkan kebesaran diri-Nya.

 

Kuntu kanzan makhfiyyan fa ahbabtu an u'rafa fa khalaqtu al-khalqa fabi 'arafuni (Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Kuciptakanlah makhluk, maka melalui Aku mereka kenal Aku).

 

Terlepas apakah riwayatnya sahih ataukah lemah, pada umumnya orang suf menerima hadis tersebut, namun dengan beberapa penafsiran yang berbeda. Meski demikian, mereka cenderung sepakat bahwa manusia adalah microcosmos yang memiliki sifat-sifat yang menyerupai Tuhan dan paling potensial mendekati Tuhan (Bandingkan  QS. 41: 53). 

Dalam QS. 15: 29, misalnya, Allah menyatakan bahwa dalam diri manusia memang terdapat unsur Ilahi yang dalam Alquran beristilah "min ruhi." Pendek kata, realitas manusia memiliki jenjang-jenjang dan mata rantai eksistensi. Bila diurut dari bawah, unsurnya ialah minerality, vegetality, animality, dan humanity.

 

* Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

sumber : Pustaka Media
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement