Kamis 31 May 2012 09:30 WIB

Biar Sedikit Tapi Halal

Uang, lambang rizki
Foto: REPUBLIKA
Uang, lambang rizki

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Yunahar Ilyas

Dalam suatu perjalanan dakwah ke suatu daerah, saya dijemput ke bandara dan diantar ke beberapa tempat acara menggunakan mobil panitia dari salah satu perguruan tinggi swasta.

Dalam suatu kesempatan, saya sempat berbincang dengan sopir kampus yang tampak masih muda. Badannya tinggi tegap, sikapnya sopan dan ramah.

“Sudah berkeluarga, Dik?” sapa saya.

“Sudah, Pak. Alhamdulillah sudah punya dua anak,“ ujarnya.

Walaupun dia membawa mobil agak cepat, tetapi tetap penuh waspada. Dia tidak pernah menyalip mobil lain secara sembarangan. Memastikan lebih dahulu bahwa jalur yang berlawanan kosong.

Saya kembali bertanya untuk sekadar ingin tahu apakah dia sudah lama bekerja di kampus itu. “Belum, Pak, baru dua tahun,“ jawabnya singkat sambil tetap konsentrasi.

“Sebelumnya kerja di mana?” selidik saya.

“Saya bekerja di sebuah kota pelabuhan di Jawa, Pak. Kerja dengan paman, mengisi bahan bakar untuk kapal-kapal barang. Penghasilannya besar Pak, tapi...” ujarnya seakan ragu untuk melanjutkan.

Saya jadi penasaran, ingin tahu mengapa dia meninggal kan pekerjaan yang penghasilannya besar itu. Padahal saya tahu, jadi sopir kampus yang tidak besar, paling tinggi gajinya sedikit di atas UMR.

“Uangnya banyak Pak, tetapi tidak halal. Paman saya suka kongkalikong dengan kapten kapal,” ujarnya.

Ia akhirnya bercerita soal pekerjaannya. Menurut dia, bahan bakar yang diisikan tidak sebanyak yang ditulis di faktur. Selisihnya banyak. Sebagai petugas pengisian, dia tahu permainan itu. Sudah tentu, dia akan dapat bagian setiap pengisian selesai. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai jutaan rupiah.

Namun demikian, dengan penghasilan yang sangat besar itu, dia tidak tenang. Hidupnya selalu dihinggapi perasaan bersalah. Dia gelisah. Dia pun menanyakan soal itu kepada pamannya dan sang paman mengakui bahwa itu tidak ha lal.

Untuk membersihkan uang itu, sang paman mencoba bersedekah. “Uang haram tidak bisa dibersihkan dengan uang haram juga,” kata saya mengingatkan.

Nabi Muhammad SAW menyatakan, yang kotor tidak bisa membersihkan yang kotor. Sopir muda itu membenarkan ucapan saya.

“Memang Pak, saya juga meyakini demikian. Tetapi, paman saya yakin sekali dosa-dosanya menipu pemilik kapal akan diampuni dengan banyak menyumbang. Bahkan Pak, tahun lalu paman saya bangun masjid sendiri di kampung dengan uang haram itu.“

Akhirnya, setelah mengetahui semua itu, sopir muda ini pun meninggalkan pekerjaan-nya. Ia tidak ingin perbuatan itu terus berlangsung dan menipu orang. Ia pun sudah mencoba beberapa pekerjaan, namun belum berhasil sehingga dia sementara bekerja sebagai sopir.

“Sekalipun gajinya kecil, tetapikan halal Pak. Sedikit tetapi membawa ketenangan, dan berkah,“ ujarnya.

Hebatnya lagi, walau dengan gaji kecil, tapi keluarganya menerimanya. Demikian juga istri dan anak-anaknya. “Alhamdulillah, istri saya sependapat dengan saya, biarlah kita hidup sederhana sekali, tetapi hati tenang, anak-anak juga dihidupi dengan rezeki yang halal.”

Saat ini, yang menjadi pikirannya adalah sang paman. Ia ingin pamannya bertobat dan menyadari kekeliruannya.

“Semoga paman segera mendapatkan hidayah,” harapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement