REPUBLIKA.CO.ID, Namun demikian, fatwa bisa mengikat dalam kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan aplikasi hukum syariah. Misalnya, fatwa-fatwa menyangkut pernikahan dan konsekuensi hukum sebagai dampak pernikahan tersebut.
Dokumentasi fatwa
Kitab Al-Fatawa mendokumentasikan secara apik berbagai fatwa para mufti resmi di lembaga itu. Tidak keseluruhan fatwa mufti dikodifikasi dalam kitab Al-Fatawa.
Al-Fatawa hanya mengumpulkan fatwa-fatwa yang dikeluarkan, antara lain, dari Syekh Muhammad Abduh, Hasunah An-Nawawi, Abdul Majid Salim, Abdurrahman Qara’ah, Muhammad Bakhits, Hasanin Makhluf, dan Hasan Ma’mun.
Kitab ini berhasil dicetak dan diterbitkan ketika Presiden Mesir, Anwar Sadat, tepatnya pada tahun 1980. Kendati pada awalnya, proses pencetakannya sempat menghadapi kendala minimnya dana. Kondisi ini berimbas pada keterlambatan dan penundaan penerbitannya.
Kitab ini terdiri dari 20 jilid. Sistematika penyusunan fatwa dilakukan secara acak. Tidak terdapat kategorisasi fatwa berdasarkan topik atau tema tertentu, misalnya, fatwa-fatwa yang berkenaan dengan akidah, ibadah, ataupun muamalat.
Tagline penyusunan fatwa berdasarkan intisari pertanyaan yang disuguhkan. Fatwa-fatwa itu kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan topik yang dipertanyakan. Kaidah umum terkait persoalan tersebut disertakan untuk lebih memudahkan pemahaman para pembaca.
Pertanyaan disertakan secara utuh di dalam Al-Fatawa dan dilengkapi dengan inti pertanyaan. Informasi tentang siapakah mufti yang mengeluarkan fatwa disertakan. Termasuk pula data terkait kapankah mufti yang bersangkutan merespons istifta yang ditujukan kepadanya.
Fatwa Alquran
Istifta tentang ragam persoalan terkait Alquran dan mushafnya tercatat pada jilid pertama. Permintaan fatwa itu antara lain seputar hukum mencetak Alquran dengan ukuran mini. Pertanyaan ini berkaitan pula dengan hukum menulis Alquran dengan khat yang serba minimalis. Fatwa itu direspons oleh salah satu Mufti Dar Al-Ifta, Mesir, Syekh Bakari Ash-Shadafi. Tepatnya pada bulan Zulqaidah, 1325 H.
Menurutnya, para ulama menyatakan hukum mencetak mushaf atau menulis Alquran dengan ukuran mini adalah makruh. Tetapi, tingkat kemakruhannya tidak sampai pada makruh tahrim, mendekati keharaman. Mencetak atau menulis Alquran dengan model seperti itu hukumnya hanya makruh tanzih. Apabila tidak dilakukan, akan lebih utama. Sekalipun, kalau hal itu dilanggar, tidak berdampak kepada konsekuensi sanksi apa pun.