Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Bagi para sufi, perkawinan tidak hanya fenomena manusia (mikrokosmos), tetapi ternyata juga fenomena alam raya (makrokosmos).
Perkawinan menurut Ibnu Arabi, merupakan kekuatan produktivitas universal yang terdapat di dalam setiap tingkat eksistensi. Agak sejalan dengan Qunawi, yang menganggap akar perkawinan itu bermula dari kehendak awal Tuhan sendiri untuk menciptakan makhluk-Nya.
Bermula ketika Tuhan masih dalam Gaib al-Guyub, kemudian dikenal sebagai al- Ahad, kemudian dikenal sebagai al-Wahid, lalu dikenal konsep entitas-entitas tetap (al-A’yan ats-Tsabitah), lalu muncul wujud eksternal (al-wujud al-kharijiyyah), kemudian muncul alam jabarut, alam malakut, alam mulk, sampai ke dalam wujud alam syahadah mutlak seperti mineral.
Rangkaian proses itu sesungguhnya adalah bagian dari proses perkawinan, dalam arti terjadinya proses hubungan antarkomponen (jima’) yang melahirkan wujud-wujud selanjutnya. Dalam konteks ini terjadi proses yang satu memasuki yang lainnya (tawalluj), kemudian terjadi prokreasi (tanasul), lalu terjadilah reproduksi (tawallud).
Proses perkembangan makhluk makrokosmos ini sama dengan proses reproduksi manusia sebagai makhluk mikrokosmos. Semua ciptaan Tuhan diciptakan berpasang-pasangan, termasuk makhluk terkecil seperti atom. Hal ini juga ditegaskan di dalam Alquran. “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz- Dzariyat: 49).
Ayat ini mengisyaratkan segala sesuatu diciptakan Tuhan berpasang-pasangan (dzaujain). Tidak hanya makhluk-makhluk biologis seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang mempunyai pasangan, laki-laki dan perempuan, jantan dan betina; tetapi juga makhluk-makhluk lain seperti makhluk kosmos lainnya.
Alquran sering kali menyebutkan fenomena kosmologi yang berpasang-pasangan, seperti langit dan bumi (al-sama’ wa al-ardh), malam dan siang (al-lail wa an-nahar), musim dingin dan musim panas (asy-syita’ wa ash-shaif), dunia dan akhirat (ad-dunya wa al-akhirah), surga dan neraka (al-jannah wa an-nar), alam gaib dan alam nyata (al-gaib wa asy-syahadah). Istimewanya, penyebutan pasangan-pasangan ini disebutkan dalam jumlah yang sama dalam Alquran.
Kemahaesaan Tuhan dapat dipahami melalui kenyataan bahwa seluruh makhluk Tuhan diciptakan berpasang-pasangan dan hanya Tuhan Yang Maha Esa. Itu karena hanya Dia yang tidak butuh pasangan. Dia Yang Esa, baik dalam esensi maupun dalam sifat. Karena itu, Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan segala sesuatu. “Tiada sesuatu yang menyerupai-Nya.” (QS. Asy- Syura: 11).




