REPUBLIKA.CO.ID, Shalat adalah bentuk konsekuensi pertama kita setelah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Allah SWT memanggil langsung hamba-Nya tercinta, Rasulullah Muhammad SAW, ke Sidratul Muntaha guna menerima secara langsung perintah shalat. Hal ini berbeda dengan kewajiban ibadah lainnya, yang cukup Allah SWT wahyukan melalui Malaikat Jibril.
Cinta terhadap shalat, bergegas melaksanakannya dan menunaikannya sesempurna mungkin secara lahir dan batin merupakan suatu keharuan. Shalat adalah cermin dari apa yang ada di hati; baik berupa cinta kepada Allah ataupun rindu untuk berjumpa dengan-Nya.
Sedangkan berpaling darinya, bermalas-malasan, menunda-nunda panggilan dan berat dalam melaksanakannya, atau menunaikannya sendirian bukan dengan berjamaah di masjid, tidak berjamaah tanpa uzur, adalah kekosongan hati dari cinta kepada Allah dan sikap acuh seolah tak butuh terhadap apa yang ada di sisi-Nya.
Dewasa ini kerap kita jumpai fenomena yang membuat hati miris. Yakni, banyaknya kaum Muslimin yang meninggalkan atau menunda-nunda shalat berjamaah di masjid, baik karena kebodohannya ataupun berbagai alasan lainnya, terutama mengejar dunia (kesibukan pekerjaan). Padahal banyak sekali hadits Nabi yang menganjurkan bahkan menekankan setiap individu Muslim untuk melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid.
Buku yang merupakan buah kegigihan para penulisnya mengumpulkan bahan-bahan berserakan dari berbagai kitab ini mengupas fikih shalat berjamaah yang sangat perlu diketahui oleh setiap Muslim. Penulis memulai bukunya dengan membahas shalat ecara etimologi dan terminologi syar’i, dalil disyariatkannya shalat, kedudukan shalat dalam Islam dan kedudukan shalat dibandingkan ibadah lainnya.
Bab-bab berikutnya membahas hal-hal yang berkaitan dengan shalat berjamaah. Misalnya, hikmah disyariatkannya shalat berjamaah, sejarah disyariatkannya shalat berjamaah, imbalan atau ganjaran shalat berjamaah, dan ancaman bagi mereka yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa halangan.
Kemudian kriteria Muslim yang diwajibkan shalat berjamaah, batas minimal peserta shalat berjamaah, hukum melaksanakan shalat berjamaah, dan hukum berjamaah dalam shalat Subuh. Penulis juga mengupas tentang menunggu shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, mengerjakan shalat berjamaah setelah lewat waktu, hukum mengikuti shalat jamaah melalui siaran radio atau televisi, hukum shalat jamaah di atas kapal atau perahu, hukum shalat jamaah di atas bus, kereta api dan pesawat terbang, serta hukum shalat jamaah bagi kaum wanita.
Judul buku : Fiqih Shalat Berjamaah Berdasarjan Alquran dan As-Sunnah
Penulis : Dr Shalih bin Ghanim As-Sadlan
Penerbit : Pustaka As-Sunnah
Cetakan : II, Mei 2011
Tebal : 272 hlm