Jumat 03 Feb 2012 17:52 WIB

Fikih Muslimah: Taklik Talak (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ijab kabul (ilustrasi).
Foto: mantenhouse.com
Ijab kabul (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Apa hukum kedua taklik tersebut? Ibnu Hazm berpendapat dua jenis taklik talak tersebut; qasami dan syarthi tidak sah dan pengucapannya pun dianggap tidak memiliki dampak hukum apa pun.

Alasannya, Allah SWT telah mengatur secara jelas mengenai talak. Sedangkan, taklik semacam itu tidak ada tuntunannya dalam Alquran maupun hadis Nabi.

Bila taklik tersebut dipandang sebagai sebuah janji, menurut Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim, taklik tersebut tidak sah. Sebagai sanksinya, maka orang yang telanjur mengucapkannya wajib membayar kafarat; memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka.

Dan jika tidak, ia wajib berpuasa selama tiga hari. Mengenai talak bersyarat, keduanya berpendapat bahwa talak bersyarat dianggap sah apabila yang dijadikan persyaratan telah terpenuhi.

Konteks Indonesia

Dalam konteks tradisi dan regulasi yang mengatur perkawinan, perjanjian semacam ini jika merujuk Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) boleh dilaksanakan. Isi perjanjian tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan hukum positif dan hukum Islam.

Dalam Buku Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia disebutkan bahwa materi yang tercantum dalam redaksi shighat taklik talaq pada dasarnya telah terpenuhi dan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Disebutkan lagi dalam buku itu, menurut Kompilasi Hukum Islam Indonesia (KHI), perjanjian taklik talak bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan. Penegasan itu tertuang di KHI Pasal 46 ayat 3.

Persoalan taklik talak juga menyedot perhatian kalangan Nahdliyyin. Dalam Buku Kumpulan Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU) yang menukil pendapat yang tertera dalam kitab I’anat At-Thalibin, dijelaskan bahwa perintah penghulu atau yang dikenal dengan naib untuk mengucapkan taklik talak itu hukumnya kurang baik karena taklik talak itu sendiri hukumnya makruh. Walaupun demikian, taklik talak itu sah, artinya bila dilanggar dapat jatuh talaknya.

Pendapat itu diperkuat juga dengan paparan lain yang terdapat dalam kitab Fath Al Mu’in. Bahwasanya, sumpah itu hukumnya makruh kecuali dalam baiat atau sumpah setia mati, jihad, menganjurkan pada kebaikan dan kejujuran dalam gugatan (pengadilan).

Sumpah itu hukumnya makruh sebagaimana firman Allah, “Janganlah kamu jadikan nama (Allah) dalam sumpahnya sebagai penghalang." (QS. Al-Baqarah: 224), kecuali dalam hal ketaatan, seperti melaksanakan yang wajib dan yang sunah, serta meninggalkan yang haram ataupun makruh. Maka, dalam hal ini sumpah itu merupakan suatu ketaatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement