Sabtu 09 Jun 2018 07:00 WIB

Paket Makanan dan Berbuka Puasa untuk Muslim Rohingya

Saat ini masih ada sekitar 800 ribu orang Rohingya yang tinggal di dalam Myanmar

Bantuan paket berbuka puasa untuk Muslim Rohingya di camp pengungsian di Rakhine, Myanmar.
Foto: PKPU Human Initiative
Bantuan paket berbuka puasa untuk Muslim Rohingya di camp pengungsian di Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, MYANMAR -- Lembaga kemanusiaan PKPU Human Initiative sebagai bagian dari Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) sepanjang bulan Ramadhan ini telah mendistribusikan bantuan berupa 1.668 paket makanan kepada lebih dari 8.000 penerima manfaat. Khususnya para pengungsi Rohingya yang masih tersisa di Myanmar.

Paket makanan yang diberikan berupa kebutuhan pokok seperti beras 25 kilogram (kg), susu, mi kering, gula, kacang-kacangan, bawang, dan cabai. Jumlah total barang yang diberikan dalam satu paket sebanyak 9 buah. Diharapkan paket ini bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang bulan Ramadhan.

Selain paket makanan, PKPU Human Initiative juga mendistribusikan 1.000 paket berbuka puasa dan 387 paket pakaian baru. Bantuan ini untuk keluarga Muslim Rohingya yang saat ini masih tinggal camp-camp pengungsian di kota Sittwe dan Kyauktaw, Provinsi Rakhine, Myanmar.  

Sepanjang akhir 2017 lalu, sekitar 700 ribu Muslim Rohingya yang tinggal di bagian utara Provinsi Rakhine harus mengungsi ke Bangladesh akibat operasi militer yang diluncurkan oleh pemerintah Myanmar. Ratusan ribu pengungsi tersebut saat ini tinggal di camp-camp pengungsian di sepanjang perbatasan antara Bangladesh dan Myanmar.

Saat ini masih ada sekitar 800 ribu orang Rohingya yang tinggal di dalam Myanmar, baik di desa-desa maupun di camp pengungsian. Kondisi mereka memprihatinkan di tengah-tengah kebijakan pembatasan bergerak dan diskriminasi yang diterapkan oleh pemerintah Myanmar.

photo
Bantuan paket berbuka puasa untuk Muslim Rohingya di camp pengungsian di Rakhine, Myanmar.

Salah satu pengungsi, Zurah Hatu, ibu dengan 6 anak yang sudah tinggal selama 6 tahun di camp pengungsian. Ia mengungkapkan kondisi sulit yang dia alami akibat terbatasnya akses pekerjaan, makanan dan pendidikan.

“Selama ini kami hanya berharap bantuan dari lembaga donor, karena selama di camp tidak ada yang bisa kami lakukan. Anak-anak kami bersekolah namun kami tidak tahu masa depan mereka akan bagaimana, kadang-kadang jika bantuan tidak ada, kami hanya makan seadanya” urainya.

Zurah tinggal di rumah panjang untuk pengungsi yang dihuni oleh 8 keluarga. Tiap keluarga hanya menempati ruangan seluas 9 meter persegi.

PBB menyatakan etnis Rohingya merupakan etnis yang paling menderita di seluruh dunia. Isu kewarganegaraan, HAM dan kebebasan untuk bergerak masih menjadi perhatian dunia Internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement