Ahad 03 Aug 2014 12:29 WIB

KH Ibrahim, Ahli Alquran dan Pemberdaya Umat (1)

KH Ibrahim didaulat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah kedua menggantikan KH Ahmad Dahlan (ilustrasi).
Foto: NET/ca
KH Ibrahim didaulat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah kedua menggantikan KH Ahmad Dahlan (ilustrasi).

Oleh: Nashih Nashrulah

Ilmu agama yang mendarah daging menjadi daya dorong yang membawa umat ke yang positif.

Di bawah kepemimpinan tokoh yang satu ini, Muhammadiyah pada periode awal berkembang pesat. Organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan yang tak lain adalah kakak iparnya tersebut, mulai tersebar di berbagai wilayah Jawa dan Madura.

Aktivitas keorganisasian semarak di luar Yogyakarta. Sejumlah kongres dihelat, antara lain, di Surabaya (Kongres Muhammadiyah ke-15), Pekalongan (Kongres ke-16), dan Solo pada Kongres ke-17.

Tidak hanya di Jawa, beberapa kongres di masa kepemimpinannya berlangsung pula di Sumatra, seperti Bukttinggi (Kongres Muhammadiyah ke-19) dan Makassar ketika Kongres Muhammadiyah ke-21 dilangsungkan. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa cabang-cabang Muhammadiyah subur berdiri di banyak kawasan Tanah Air.

Ia adalah Kiai Haji Ibrahim. Sosok kelahiran Yogyakarta, 7 Mei 1874, itu didaulat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah kedua menggantikan KH Ahmad Dahlan.

Semula, putra dari KH Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu hakim negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu sempat menolak menerima amanah yang disampaikan KH Ahmad Dahlan dalam wasiatnya sebelum meninggal.

Tetapi, akhirnya atas desakan rekan-rekan perjuangannya, ia menjalankan permintaan itu dan menjabat sebagai ketua umum selama 1923-1933.  

Adik kandung dari Nyai Ahmad Dahlan ini dikenal sebagai pemimpin yang visioner. Bukan hanya pengembangan organisasi di berbagai wilayah, ia melakukan gebrakan-gebrakan program untuk pemberdayaan umat. Pada 1924 sosok yang mahir berbahasa Arab itu mendirikan Fonds Dachlan, lembaga filantropi untuk mendanai sekolah anak-anak miskin.

Selanjutnya, pada 1929 ketika Kongres Muhammadiyah berlangsung di Solo, ia mendirikan badan usaha penerbitan buku-buku sekolah Muhammadiyah yang diberi nama Uitgeefster My. Di bidang media, sebuah surat kabar (Dagblad) diterbitkan yang kemudian dikenal dengan Adil.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement