Kamis 02 May 2019 17:34 WIB

Takut Sejatinya Manifestasi Sifat Para Nabi

Para nabi memupuk rasa takut kepada Allah sebagai salah satu sumber kekuatan.

Takwa (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adalah Jabir RA yang mengisahkan riwayat ini dalam pertempuran Dzaatur riqa. Kisah yang termaktub dalam Shahih Muslim ini menceritakan saat pertempuran Kaum Muslimin bertemu dengan pohon yang amat rindang. Mereka pun berteduh di bawahnya. Rasulullah SAW lantas beristirahat sejenak dan menggantungkan pedangnya di dahan.

Tiba-tiba seorang lelaki musyrik datang. Ia mengambil pedang Nabi SAW kemudian menghunuskan di depan manusia mulia itu. Tak ada mimik takut di wajah Rasulullah. Beliau amat tenang seperti tak terjadi apa-apa. Lelaki itu pun bertanya, "Apakah engkau takut kepadaku?" Beliau SAW menjawab,"Tidak." "Lalu, siapakah yang akan menjagamu dariku?" tanya sang lelaki sembari tetap menghunuskan pedangnya. Nabi SAW dengan sangat tenang menjawab, "Allah yang akan menjagaku darimu." Lelaki itu pun menyarungkan kembali pedang Rasulullah dan meletakkan pada tempatnya semula.

Tidak ada yang ditakuti orang beriman selain Allah SWT. Tidak ada yang merisaukan seorang Mukmin kecuali urusannya kepada Allah SWT. Orang beriman meletakkan takut pada tempatnya.

Orang beriman diliputi sayap-sayap takut (khauf), harap (raja'), dan cinta (mahabbah). Masing-masing sayap memperkuat iman dan kepada Sang Pencipta. Takut bukan ciri khas orang yang lemah. Takut justru menjadi sebab seseorang memperoleh kekuatan.

Orang yang takut di hadapan manusia maka akan lemah di hadapan orang lain. Orang yang menggigil takut saat bertemu seseorang maka akan dihinakan di hadapan orang tersebut. Namun, jika ia memosisikan takut pada tempatnya, tak ada lagi sesuatu pun yang membuatnya takut di dunia ini. Semakin ia takut, semakin ia berani.

Tak ada gertakan yang mampu menyiutkan nyalinya selain ancaman azab dari Allah SWT. Tidak ada tantangan yang memundurkan langkahnya selain tantangan dari Allah SWT. Ketakutannya, ia letakkan pada puncak ketakutan. Jika ia sudah mencapai puncak, tak ada lagi sisa-sisa ketakutan di dunia. "Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku." (QS al-Maidah: 44).

Allah sudah menegaskan tak boleh ada ketakutan jika ia tak disandarkan pada Allah SWT semata. Jika orang dengan segala kekuasaannya menyuruh seseorang berbuat maksiat, ketakutannya yang lebih tinggi kepada Allah akan menahannya. Ia tak akan sudi menuruti manusia sementara harus mengingkari Allah. Pemahaman dan keyakinan yang benar atas rasa takut akan membuat manusia kuat. Meski secara lahir ia tak memiliki kekuatan dibanding manusia lainnya.

Takut sejatinya adalah manifestasi sifat para nabi. Para nabi memupuk rasa takut kepada Allah sebagai salah satu sumber kekuatan. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami." (QS al-Anbiya: 90)

Takut juga menjadi alarm seseorang kala hendak berbuat aniaya. Manusia memang cenderung berbuat kerusakan. Namun dengan rasa takut, keinginan untuk melawan perintah Allah SWT tersebut bisa ditahan. Takut membuat seseorang yang hendak berbuat maksiat berpikir ulang. Apakah ia akan meneruskan perbuatan hawa nafsunya ataukah hendak menuruti kata nuraninya?

Takut berbuat maksiat ternyata memiliki fadilah yang amat besar. Di Hari Akhir kelak, saat manusia sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, rasa takut kepada Allah akan datang sebagai penolong. Allah SWT akan memberikan naungan kepada tujuh golongan saat Hari Kiamat kelak. Saat itu tak ada satu pun naungan selain naungan yang diberikan Allah SWT. Salah satu dari tujuh golongan itu adalah seorang pemuda yang diajak berzina seorang wanita kemudian ia menolaknya seraya berkata, "Aku takut kepada Allah SWT."

Lihatlah takut bukan soal cengeng dan kelemahan. Takut menjelma menjadi kekuatan dan keutamaan. Tak disebut orang beriman hingga ia menyatakan ketakutannya hanya kepada Allah SWT. Ia meyakini benar jika Allah SWT penggenggam segalanya. Ia tak lagi takut mati bersebab ia paham ajal sudah digariskan kapan dan tempatnya oleh Allah SWT.

Takut harus dipelihara. Tentu saja takut yang benar. Takut yang membuat seseorang berhati-hati melangkah. Ia takut amalnya tak diterima hingga ia memperbanyak dan melatih ikhlas. Ia takut azab Allah yang amat pedih hingga ia melarutkan diri dalam istighfar. Ia takut tak berkumpul dengan Rasulullah di surga kelak maka ia melantunkan shalawat secara istiqamah. Takut adalah salah satu sayap orang beriman.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement