REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mendukung MPR melaksanakan amendemen UUD 1945. Poin-poin yang didukung oleh Muhammadiyah adalan terkait dengan hak asasi manusia (HAM) dan pembentukan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menurut Haedar, posisi MPR seharusnya berada pada level tertinggi di antara lembaga negara. ''Arah bangsa kita yaitu GBHN. GBHN itu harus dibuat oleh MPR karena posisinya tetap tertinggi,'' kata Haedar saat berdiskusi dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/1).
Sebab, kata dia, GBHN masih diperlukan oleh negara. Tujuan bangsa tidak bisa diserahkan begitu saja kepada presiden dalam visi lima tahunan. Karena, visi presiden dinilai subjektif karena bersifat personal. ''Jadi, kami mewacanakan untuk kembali memperkuat MPR,'' ujar dia.
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyampaikan, amendemen UUD itu harus melalui langkah-langkah metodologis dan tidak sporadis. Bahkan, kata dia, MPR dan Muhammadiyah bisa menggandeng perguruan tinggi bersinergi.
''Landasan konseptual amendemen itu seperti apa? Itu perlu kajian,'' ujar dia.
Peran DPD juga mesti dikaji ulang, kewenangannya harus diperkuat. Sementara pascareformasi, MPR mengalami reduksi peran.
Namun, menurutnya, hal tersebut barulah sebatas hipotesis sehingga perlu dibuktikan kebenarannya. ''Jadi, Muhammadiyah siap untuk melakukan simbiosis mutualistis bersama MPR,'' ucap dia.