REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Di Kota Bandung terdapat sebuah gang kecil yang letaknya di sebelah selatan Jalan Raya Barat sejajar dengan jalan raya itu.... Gang itu dinamakan Gang Belakang Pakgade, karena dahulu terletak di belakang pegadaian negeri yang berdiri di pinggir jalan raya," tutur Ajip Rosidi dalam M Natsir, Sebuah Biografi.
Gang ini tak ubahnya puluhan gang lain di Kota Bandung, lanjut Ajip Rosidi, tetapi Gang Pakgade pernah menjadi terkenal di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura dan Malaysia. "Dari salah satu rumah sederhana yang terletak di gang itu, disebarkan gagasan memurnikan Islam dengan semboyan kembali kepada Alquran dan sunah serta membersihkan Islam dari khurafat dan bidah yang mengotorinya."
Persatuan Islam (Persis) lahir di gang itu pada permulaan abad ke-20. Ide pendirian Persis bermula dari sebuah tradisi studie club, pertemuan dan diskusi-diskusi rutin yang diadakan di rumah salah satu kerabat. Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, dua pedagang asli Palembang yang telah lama menetap di Bandung, adalah dua sosok yang paling banyak mengutarakan gagasan. Mereka membahas masalah-masalah keagamaan dan kondisi sosio-religi masyarakat Indonesia.
Membincangkan Islam awal abad ke-20 tentu tak lepas dari pengaruh gerakan pembaruan Islam, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, Majalah al-Manar, dan risalah-risalah kelompok ini. Pada masa yang hampir berbarengan, muncul Muhammadiyah yang dipelopori KH Ahmad Dahlan, kemudian Nahdlatul Ulama oleh Hadratus Syekh Hasyim Asyari. Di bawah lokomotif gerakan pembaruan itu pulalah Persatuan Islam berdiri pada 12 September 1923.
Berbeda dengan Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan NU, Persis lebih menitikberatkan pada pembentukan paham keagamaan. Persis berupaya membersihkan Islam dari paham-paham yang tidak berdasarkan Alquran dan sunah serta aktif memelopori usaha menentang gerakan anti-Islam dan aliran sesat di Indonesia.