Selasa 22 Aug 2017 17:00 WIB

Begal Motor dalam Fikih Islam

Petugas menunjukkan barang bukti dan senjata tajam pelaku aksi begal yang tergabung dalam Geng Motor AS 378 berinisial AA dan MR diamankan di Polres Metro Bekasi Kota, Selasa (11/4).
Foto: Antara/Septianda Perdana
Para tersangka pelaku begal bersama barang bukti sepeda motor rampasan saat gelar kasus di Mapolresta Medan, Sumatera Utara, Rabu (20/5).

Para ulama me ngelompokkan jenis hukuman hirabah. Pertama, jika muharib membunuh kor ban dengan sengaja walaupun mereka tidak mengambil harta korban, mereka dijatuhi hukuman mati. Namun, jika korban ter bunuh tanpa sengaja atau orang yang tidak sederajat dengan mereka maka me reka tidak dijatuhi hukuman mati.

Kedua, jika muharib membunuh dan mengambil harta benda yang nisab (nilai) pencurian sudah sampai atau le bih banyak, mereka dihukum mati dan digantung atau disalib dengan kayu atau sejenisnya. Setelah itu, ia boleh diman dikan, dikafani, dan dishalati.

Ketiga, jika muharib mengambil harta benda saja dan nisab pencuriannya lebih banyak dari tempat penyimpanannya, hu kuman mereka potong tangan dan kaki dengan cara berlainan. Misalnya, yang dipotong pertama tangan kanan, kaki kirinya juga dipotong. Jika ia meng ulang per buatan serupa, tangan kiri dan dan kaki kanan yang selanjutnya akan dipotong. Bila ia mengulangi lagi, sedangkan tangan dan kakinya tidak ada, cukup memotong anggota badan yang ada menurut pendapat yang lebih shahih.

Keempat, jika muharib hanya mena kut-nakuti orang yang lewat dan tidak merampas harta benda serta tidak mem bunuh, hukumanya dipenjara. Adapun tempat pemenjaraannya, yakni di tempat yang jauh atau dibuang dan di-ta’zir.

Selain mendapatkan hukuman jarimah tersebut, pelaku hirabah disuruh untuk bertobat. Tujuannya, agar mereka tak lagi mendapatkan siksaan atas dosa be sar mereka di akhirat. Hukuman di dunia tak lantas menghapus dosadosa mereka sebelum mereka ber tobat.

Adapun yang bisa melaksanakan hu kuman jarimah tersebut hanyalah pemerintah. Para ulama mensyaratkan, hukuman bagi pelaku hirabah hanya bisa terlaksana jika hirabah terjadi di negara Islam. Hal inilah yang disyaratkan Abu Hanifah. Jika hirabah terjadi di negara non- Islam, hukuman hudud tidak di wajibkan. Hal ini disebabkan eksekutor hudud hanya ada di tangan pemerintah.

Imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, ser ta ulama Dzahiriyah mewajibkan penegakan hukuman hudud kepada pe merintah, baik atas hirabah yang terjadi di negara Islam maupun di negara non-Islam. Pemerintah setempat berkewajiban melaksanakan hukuman hudud dan menegakkan syariat Islam bagi rakyatnya.

Disarikan dari Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement