Sabtu 18 Feb 2017 14:15 WIB

Saat Allah Jadikan Suami Sebagai Pemimpin

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Sepasang suami istri/ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Sepasang suami istri/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai salah satu makhluk yang diciptakan berpasang-pasangan, manusia; laki-laki dan perempuan memiliki peran sesuai dengan fitrahnya. Perempuan diamanahkan peran mulia dari mengandung, melahirkan, menyusui hingga merawat baik-baik buah hati dari hasil hubungan kasih sayangnya dengan suami. Amanah tersebut bukan merupakan tugas yang ringan. Ini harus dilaksanakan dengan hati, fisik, jiwa, perasaan, dan akal yang paripurna.

Karena itu, sangat adil apabila lelaki, sebagai pasangan hidup, dibebani tugas lain. Pada penghujung QS Al Baqarah:228 menjelaskan "...Kaum suami memiliki satu tingkat (kelebihan) di atas istri-istri mereka." Tingkat kelebihan di sini bukan bermakna tingkat kekuasaan atau kesewenangan dalam rumah tangga meski dengan tanggung jawab yang lebih besar. Suami memiliki fungsi sebagai pengupaya nafkah dan pemelihara kesejahteraan bagi istri dan anak-anaknya serta keperluan lainnya.

Muhammad Bagir dalam Panduan Lengkap Muamalah bahkan, menulis bahwa tugas tersebut bersifat komplementer juga melengkapi apa yang dibebankan kepada perempuan. Dengan itu, suami pun mengupayakan segala kebutuhan materi dan batin. Dia harus menciptakan perasaan kenyamanan dan keamanan bagi sang istri untuk menjadi pasangan hidupnya.

Peran maksimal yang dilaksanakan suami pun dapat membuat istri menjadi lebih mampu berkonsentrasi dalam pelaksanaan tugas beratnya. Dalam mengandung, melahirkan, menyusui hingga merawat anak. Istri pun tanpa harus bersusah payah tak perlu lagi menanggung beban lainnya. Dia tak diwajibkan untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Di dalam ayat lainnya, Allah SWT pun berfirman, "...Para suami adalah penanggung jawab dan pelaksana kepemimpinan dan pengayoman (dalam istilah Quran: Qawwamun) atas istri-istri mereka berdasarkan beberapa sifat kelebihan tertentu yang Allah berikan kepada sebagian mereka di atas sebagian yang lain (yakni di antara para suami dan istri) dan (juga) berdasarkan nafkah yang diberikan para suami dari harta mereka.. (QS an-Nisa:34).

Lelaki dibekali sifat tegas, agresif, tabah, tegar, kurang peka, dan lamban dalam memenuhi apa yang diminta darinya. Lelaki pun lebih banyak menggunakan pikiran dan penalaran sebelum bergerak melakukan sesuatu. Mengingat, semua tugas lelaki sejak zaman purba hingga sekarang memerlukan sikap hati-hati sebelum bertindak. Memerlukan pemikiran matang dan tidak terburu-buru dalam memenuhi apa ang diminta darinya.

Berbagai karakteristik tersebut pun tertanam jauh dalam diri lelaki sama seperti karakter di dalam diri perempuan seperti disebut di atas. Karena itu, Muhammad Bagir menjelaskan, penggalan ayat (ar rijalu qawwamuna alan nisa) harus dibaca secara utuh. Tidak sepotong saja. Karena ayat ini, menurut dia, merupakan pembagian tugas kekeluargaan secara umum.

Adakalanya, bahkan istri menjadi seorang pemimpin (qawwamah) dalam rumah tangganya. Ketika dia  harus memerankan tugas sebagai single parent, karena ditinggal suami yang meninggal dunia atau menceraikannya atau meninggalkannya dalam waktu yang lama. Kemungkinan lainnya, keadaan-keadaan tertentu lain saat suami menderita sakit menahun sehingga tidak mampu menafkahi keluarganya dan bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan keluarganya. Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement