REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Forum "bahtsul masail" yang digelar Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) yang digelar di Jakarta, 23-24 Februari 2010 memutuskan hukum rokok adalah mubah atau diperbolehkan dan makruh atau lebih baik ditinggalkan. "Keputusan 'bahtsul masail' hukum rokok adalah mubah dan makruh sebagaimana diyakini ulama NU," kata Wakil Ketua LBM PBNU KH Arwani Faisal di Jakarta.
"Bahtsul masail" adalah forum pembahasan masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat yang belum ada hukum dan dalilnya dalam agama. Peserta "bahtsul masail" terdiri atas para kiai pakar ahli fiqh dan kalangan profesional yang bersangkutan dengan masalah yang dibahasnya. Menurut Arwani, para ulama NU, termasuk yang mengikuti "bahtsul masail" menilai tidak ada dasar yang kuat untuk mengharamkan rokok.
Namun, lanjut Arwani, khusus bagi orang-orang dalam kondisi tertentu, misalnya memiliki penyakit dan penyakitnya bisa bertambah parah jika merokok, maka rokok haram bagi mereka. "Misalnya bagi orang yang menderita diabetes dan sakit paru-paru, rokok haram bagi mereka," katanya.
Menurut dia, untuk memutuskan hukum rokok tersebut, selain mengacu pada dalil agama juga mempertimbangkan pemaparan sejumlah narasumber yang berkompeten di bidangnya. Narasumber yang dihadirkan adalah ahli paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mukhtar Ikhsan dan Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Setiaji.
Selain itu, juga Guru Besar Farmakologi Universitas Brawijaya Prof Moch Aris Widodo, Guru Besar Biomolekuler Unibraw Prof Sutiman, dan Nasim Fauzi, dokter RSU Kaliwates, Jember, Jawa Timur. Dari pemaparan narasumber, kata Arwani, rokok memang memang berpotensi membahayakan, namun bahaya yang ditimbulkan tidak segawat yang selama ini gencar dikampanyekan, bahkan sebenarnya ada peluang potensi bahaya rokok bisa dijinakkan. "Bahkan, menurut pemaparan narasumber dari Unibraw, asap kendaraan bermotor jauh lebih berbahaya dibanding asap rokok," katanya.
Lebih lanjut Arwani mengatakan, berdasar penjelasan narasumber, sebenarnya kandungan zat kimia dalam rokok juga terdapat di dalam makanan, terutama makanan yang menggunakan zat-zat kimia yang selama ini dianggap tidak masalah untuk dikonsumsi. "Rokok juga tidak bisa dianggap sebagai penyebab tunggal suatu penyakit. Misalnya, orang sakit paru-paru penyebabnya bukan hanya rokok. Orang yang tidak merokok pun bisa terkena penyakit ini karena faktor-faktor yang lain," katanya.
Sebelumnya, Ketua LBM PBNU KH Zulfa Mustofa menyatakan, secara kelembagaan, pembahasan hukum rokok oleh NU di tingkat nasional baru kali ini dilaksanakan. "Hukum rokok memang sudah beberapa kali dibahas oleh pengurus di tingkat cabang maupun pesantren, namun pembahasan di tingkat nasional belum pernah dilakukan," katanya.
Menurut dia,, LBM PBNU menggelar "bahtsul masail" tentang hukum rokok berdasar permintaan dari pengurus tingkat cabang yang menginginkan adanya sikap resmi organisasi NU terkait rokok yang bisa dijadikan ajuan bersama. "Ada permintaan dari cabang dan kiai agar PBNU membahas persoalan ini di tingkat pusat untuk jadi pegangan bagi umat NU," katanya.
Ditanya apakah pembahasan hukum rokok itu ada kaitan dengan banyaknya warga NU yang menjadikan sektor tembakau dan industri sebagai sumber penghidupan mereka, sementara ada organisasi Islam lain yang mengharamkan rokok, Zulfa menyatakan tidak demikian. "Ini persoalan hukum. Apakah NU akan menghukumi khamer (minuman keras) halal kalau banyak warganya yang menanam anggur? Tentu tidak," katanya.