REPUBLIKA.CO.ID, LONDN - Prasangka terhadap Muslim dianggap lolos dalam seleksi 'jamuan makan malam' alias biasa diperbicangkan sekaligus topik yang diterima secara luas dalam pergaulan sosial di Inggris, demikian menurut pimpinan partai Konservatif, Inggris.
Baroness Sayeeda Warsi mengingatkan bahaya kecenderungan membagi Muslim menjadi 'moderat' dan 'ekstremis' yang ia sebut justru dapat mengompori kesalahpahaman dan intoleransi.
Warsi menyalahkan situasi ini pada cara-cara 'menggurui' bagaimana keyakinan didiskusikan dengan cara dangkal di beberapa tempat, termasuk media yang telah membuat Inggris menjadi negara kurang toleran terhadap penganut keyakinan.
Baronesse Warsi--wanita Muslim pertama yang menjadi anggota Kabinet--dijadwalkan menyampaikan pidato di Leicester University untuk menyuarakan peringatan bentuk-bentuk sikap prasangka terhadap Muslim yang kini dianggap wajar, normal dan bukan kontroversial oleh banyak warga Inggris.
Berdasar sedikit bocoran pidato yang dipublikasikan di Daily Telegraph (20/1), ia akan mengungkap bahwa ia pernah mengangkat isu Islamofobia dengan Paus Benediktus XVI selama kunjungannya di Inggris tahun lalu. Warsi mendesak Paus untuk 'menciptakan pemahaman lebih baik antara Eropa dan warga Muslimnya'.
Ia akan menekankan pua bahwa serangan terorisme yang dilakukan sejumlah kecil Muslim tidak seharusnya digunakan untuk semua penganut Islam. Namun ia juga mendesak komunitas Muslim untuk menyatakan penolakan dengan gamblang terhadap kekerasan ekstremisme
"Mereka yang melakukan aksi kriminal terorisme di negara kita tidak bisa hanya berhadapan dengan seperangkat aturan hukum ketat," ujarnay. "Mereka juga harus menghadapi penolakan sosial kuat dan diasingkan dari seluruh masyarakat dan aksi mereka jangan digunakan untuk menodai seluruh Muslim," tegas Warsi.
Ia bakal menyampaikan pula penentangan terhadap gambaran Muslim yang moderat atau yang ekstrem. "Itu bukan diluar jangkauan imajinasi kita, menebak arah perbincangan Muslim 'moderat'. Dalam pabrik kita dengar seoramg bos berkata pada karyawannya, 'Tak perlu cemas, ia hanyalah Muslim biasa'. Kita tidak bisa menerima seperti itu."