REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Universitas Islam di Indonesia dinilai kurang berperan dalam kancah nasional. Menurut pembicara dalam seminar 'Building Scientific Tradition within Asian Universities' di Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Gontor, ini karena universitas Islam cenderung berorientasi pada tradisi keilmuan Barat.
"Barat hanya mengembangkan ilmu pengetahuan umum yang telah terpisah dari agama. Sementara universitas-universitas yang berlabel Islam, umumnya hanya menfokuskan pada kajian ilmu-ilmu tradisional atau mementingkan kajian ilmu umum yang didominasi oleh Barat," kata Ketua Panitia Seminar, Hamid Fahmy Zarkasyi, Ahad (9/1).
Seminar ini diselenggarakan oleh Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor bekerjasama dengan Robithoh Jamiah al Alam al Islamiyah Mesir. Acara tersebut diikuti 106 peserta dari universitas dalam dan luar negeri dari 19 negara.
Universitas asing yang hadir antara lain, Australian Foundation for Islamic Civilization Sidney, Universitas Al Azhar Mesir, Universitas Fatih Turki, Universitas Islamic Madinah, Punjab University Pakistan, Universitas Malaya, Qatar Faundation, Robithoh Jamiah Islamiyah Mesir, dan Collehe of Sharia and Islamic Studies.
Hamid mengatakan dalam sejarahnya, Islam berkembang dari kajian terhadap kitab suci lalu berkembang dan menghasilkan disiplin ilmu pengetahuan, seperti ilmu Alquran, tafsir, hadits, fikih, dan akidah.
Hamid melanjutkan, kemajuan ilmu pengetahuan Islam yang dikaji dari masjid kemudian berkembang menjadi madrasah dan akhirnya muncul universitas sebagai pusat center of knowledge.
"Dampaknya, muncul Madrasah Nizamiyyah di Baghdad, Universitas Zaitunah di Tunis, Qorowiyyun di Maroko, dan al Azhar di Mesir yang mengkaji ilmu-ilmu Islam dan umum yang melahirkan peradaban besar," ujar Hamid.