Selasa 28 Dec 2010 03:03 WIB
Kontroversi ACT! For America (Habis)

Manfaatkan Ketakutan Warga, Sebarkan Misinformasi tentang Islam

They Must Be Stopped, buku karangan pendiri ACT for America, Briggite Gabriel
Foto: PINNELASPATRIOT.ORG
They Must Be Stopped, buku karangan pendiri ACT for America, Briggite Gabriel

REPUBLIKA.CO.ID, JACKSONVILLE, FLORIDA UTARA--Menjadi anti-Islam dan anti-Muslim radikal itu berbeda. Parahnya, sebagian besar pendukung ACT tidak terlihat paham pesan tersebut.

Kelompok fans grup tersebut di Facebook, berulang kali memposting pernyataan sentimen anti-Islam dalam laman.  Pekan lalu, satu postingan berbunyi "Doktrin kotor harus disapu dari permukaan bumi" dan satu pernyataan lain mendeklarasikan kebencian terhadap Islam.

Sepekan sebelumnya, satu postingan memuji ACT atas "melakukan pertempuran yang baik' melawan islam. Lalu satu lagi komentar menyatakan "Tuhan mencintai Amerika yang menginterupsi layanan ibadah para Muslim di New York.

Menanggapi itu Rodger berdalih, lembaganya mencoba memantau dan mengingatkan anggotanya yang melewati batas. Ia menunjuk video yang ditayangkan oleh CAIR di mana seorang anggota ACT terlihat mengatakan bahwa Al Qur'an seharusnya digunakan sebagai kertas toilet.

Rodger mengatakan ACT mengutuk sikap tersebut, jika sampai organisasi mengetahui mereka. Ia bertukas lembaga tidak bisa mengetahui semua keyakinai setiap anggotanya.

Apa yang tak pernah didebatkan adalah fakta bahwa sedikit warga Amerika yang tahu tentang Islam dan akar terorisme sesungguhnya. Pada jajak pendapat Agustus lalu, yang dilakukan Pew Research, 55 persen warga AS mengaku tidak tahu banyak bahkan tidak tahu sama sekali tentang agama Islam dan ajarannya.

Tapi 62 persen responden menyatakan Muslim seharusnya memiliki hak yang sama seperti kelompok lain dalam kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah. Sementara hanya 38 persen yang meyakini Islam mendorong sikap kekerasan ketimbang agama lain, sebuah angka yang meningkat perlahan dalam 9 tahun setelah Presiden George W. Bush mengunjungi sebuah masjid dan mengingatkan Amerika bahwa Islam adalah agama damai.

Partai kader Partai Republik dan orang-orang kurang berpendidikan cenderung mengekspresikan pandangan negatif terhadap Islam. Sementar orang yang berpengetahuan lebih cenderung berpihak pada Islam.

Jumlah kian meningkat

Kelompok-kelompok yang mengeksploitasi warga yang kurang informasi untuk menyebarkan ketakutan terhadap Muslim terdengar kian keras dan memiliki gaung dibanding beberapa tahun lalu, demikian nilai guru besar sejarah Brannon Wheeler sekaligus direktur Pusat Kajian Islam dan Timur Tengah, di Akademi AL AS.

Ia mengungkapkan pernyataan tidak atas nama akademi. "Lebih berbahaya lagi, ujarnya, ketika grup-grup tersebut membawa-bawa teks abad ke-10 (terkait syariah) lalu menemukan beberapa hal dalam teks dan menyatakan "Inilah yang diyakini Muslim seluruh dunia,"

Seperti juga Kristen di penjuru dunia yang memiliki percabangan keyakinan dan aliran terkait isu tertentu, ujarnya, Muslim di dunia pun cukup berbeda.

"Harapan saya, setelah tragedi 11 September, banyak orang akan dan mau belajar tentang Islam," ujar Wheeler. "Namun saya takut apa yang terjadi secara umum ialah stereotip orang-orang malah kian mengurat akar dan menyebar."

Ia memandang keseluruhan Muslim di Amerika jauh lebih terintegrasi dalam masyarakat ketimbang mereka di Eropa, dimana terdapat konflik lebih keras antara Muslim dan non-Muslims.

Namun, tetap saja,  Muslim Amerika yang berasio kurang dari 2 persen dari populasi total mengatakan mereka lebih kerap mengalami diskriminasi. Komisi Persamaan Kesempatan Kerja AS, menyatakan menyaksikan keluhan diskriminasi dari Muslim kian meningkat dalam dua tahun terakhir, demikian menurut laporan New York Times, September.

Meski banyak perbedaan dan jalan rumit yang menjadikan seseorang teradikalisasi, diskriminasi menjadi salah satu kemungkinan faktor penyebab, ujar LaFree, direktur Konsorsium Nasional untuk Kajian Terorisme dan Respon terhadap Terorisme (START Center).

"Semakin anda meminggirkan kaum minoritas di populasi, semakin banyak keluhan yang mereka miliki dan dasar keluhan itu yang akan kian didukung," ujarnya. "Itu bisa menjadi alat memprovokasi orang yang awalnya hidup damai berdampingan."

Itulah, imbuh LaFree, yang ditawarkan oleh Usamah bin Laden. "Ketika ia mengekspresikan harapan akan datang," ujarnya. "Jika salah satu tujuan utama tipe terorisme ini adalah menciptakan sudut tajam antara populasi Muslim dan non-Muslim, maka mereka bermain dengan tepat."

sumber : The Florida Times-Union
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement