Rabu 15 Sep 2010 21:17 WIB

Di Oman, Kaum Wanita Tabu Berpangku Tangan

Wanita Oman
Foto: CNN
Wanita Oman

REPUBLIKA.CO.ID, SALALAH--Di belahan dunia lain, kaum wanita boleh berteriak emansipasi, tapi tidak di Oman. Dalam masyarakat Oman, perempuan telah meninggalkan jejak mereka di dunia kerja.

Satu wanita yang meniti sebuah ceruk dalam bisnis adalah Mariam Belhaf, yang menjual produk yang dibuat dari kemenyan.

Kemenyan? Anda jangan dulu tertawa. Kemenyan adalah komoditas kuno asli Oman. Umur kemenyan setua Alkitab dan merupakan salah satu hadiah Tiga Orang Majusi yang membawa bayi Yesus.

Tapi untuk Mariam Belhaf, itu juga suatu realitas modern dan gairah hidupnya.

Ibu 45 tahun dengan tujuh anak ini mulai membuat kemenyan di rumahnya sendiri. Sekarang, ia memiliki toko sendiri di ibukota Muscat. "Saya ingin membuktikan bahwa seorang wanita dapat melakukan semuanya. Dia bisa membuat keberhasilan dengan dirinya, dia bisa membuktikan diri dengan usaha sendiri," katanya.

Ia mengaku memulai usahanya pada tahun 1997. Sebelumnya, ia melakukan apa saja untuk menghasilkan uang. "Di Oman, wanita pantang berpangku tangan," ujarnya. Dia membuka toko pertamanya di tahun 2003.

Belhaf adalah salah satu dari sejumlahperempuan pengusaha di negara Timur Tengah ini. Dia berasal dari latar belakang kaya. "Tapi itu tidak relevan," ia mengatakan kepada CNN. Dia ingin menjadi pengusaha sukses sendiri.

Ketika ia kecil, banyak perempuan Oman terbelakang. Namun sampai pertengahan 1990-an, "revolusi" bagi kaum perempuan terjadi dan perempuan menjadi bagian dari angkatan angkatan kerja, didorong oleh penguasa negara itu, Sultan Qaboos bin Said. Ia juga memungkinkan mereka untuk memasuki politik.

Menurut Departemen Penerangan Oman, negara memiliki tiga menteri kabinet perempuan, dan sekitar sepertiga dari PNS tersebut adalah perempuan. Program PBB tentang Pemerintahan di Daerah Arab menggambarkan Oman sebagai "salah satu negara yang lebih progresif di wilayah Teluk di bidang hak-hak perempuan."

Memang, di beberapa wilayah, wanita masih tabu bekerja. Di selatan kota Salalah, perempuan masih sepenuhnya ditutupi burqa dan dipisahkan dari laki-laki.

Namun, lanskap secara perlahan bergeser. Misalnya, jumlah perempuan lebih dari laki-laki yang lulus dari universitas. Dan menurut Freedom House, sebuah kelompok pengawas global yang mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia, angkatan kerja perempuan naik 20 persen dibanding dasawarsa sebelumnya.

Belhaf mengatakan keberuntungan bukan satu-satunya faktor. Rahasia keberhasilan dia adalah apa yang setiap pengusaha - pria atau wanita - yang melakukan ajaran Islam tentang mencari nafkah: kerja keras, ketekunan, dan tekad. "Islam tak pernah membedakan hak pria dan wanita, termasuk dalam mencari rezeki," ujarnya.

sumber : CNN
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement