REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Muhammadiyah perlu mengembangkan dakwah Islam yang mempertimbangkan dan mengakomidir kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural. Sebab, menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Pendidikan, A Malik Fadjar, multikultural di Tanah Air adalah fakta sosial, paradigm dan bahkan praksis yang tak lagi dihindari.
''Masyarakat tinggal berdampingan dengan suku, etnik, ataupun bangsa dan agama yang berbeda,'' Ujar dia dalam acara Tadabbur Ramadhan 1431 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema 'Gerak dakwah & Tajdid Muhammadiyah menuju terwujudnya peradaban utama' di Jakarta, Selasa (17/8) petang.
Oleh karena itu, jelas Malik, multikulturalisme seyogyanya menjadi kaidah program, strategi dan metode untuk menangani problematik sosial kultural, ekonomi, politik bahkan juga agama sebagai wujud upaya ketahanan berbangsa dan bernegara Indonesia dalam gerak globalisasi yang tengah berlangsung.
Dalam konteks dakwah, Malik menuturkan, pengembangan sistem berkeagamaan yang majemuk terus harus dijaga dengan menyertakan wawasan multikultural. Hal ini penting agar persepsi benturan antara kaum minoritas dan mayoritas sebagai suatu //vis a vis bisa direduksi sehingga keadilan dan harmoni dapat tercipta.
''Semakin kuat tekanan globalisasi maka kenyataan multikultural menunjukkan intensitas dan besarannya dalam berbagai segmen kehidupan,'' papar dia.