REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Falak Indonesia Ahmad Izzudin mengatakan meski patokan kiblat shalat umat Islam Indonesia selama ini dianggap melenceng oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), shalat yang dilakukan tetap sah.
"Shalat kita selama ini tetap sah. Juga tidak mengurangi rukun shalat. Yang harus kita lakukan mulai saat ini adalah meluruskan arah shalat kita ke arah kiblat," katanya di Semarang, Jumat.
Menurut dia, ijtihad ulama berlaku untuk zamannya selama belum ada penemuan baru, sedangkan kalau ada penemuan dalam ijtihad terbaru, yang berlaku adalah ijtihad terbaru.
Ia mengatakan ralat Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010 tentang arah kiblat menghadap barat laut itu dianggap langkah positif karena ilmu pengetahuan dan teknologi sudah menunjukkan pengetahuan baru itu.
"Indonesia itu letaknya tidak di timur pas Kabah tapi agak ke selatan, jadi arah kiblat kita juga tidak barat pas tapi agak miring yaitu arah barat laut," katanya.
Menurut dia, dalam melakukan shalat, umat Islam harus segera menyesuaikan arah kiblat tersebut. Artinya tidak lantas membongkar masjid untuk disejajarkan dengan arah kiblat, hanya saja ketika shalat, harus menggeser sajadah kita ke arah barat laut.
Meskipun begitu, kata dia, ketika membangun masjid baru juga harus menyesuaikan arah bangunan ke arah kiblat. Dengan harapan, ketika sholat sudah ada patokannya sesuai dengan bangunan tersebut.
"Sekarang banyak ahli falak yang bisa membantu mengarahkan arah kiblat masjid yang sejajar dengan arah Kabah," kata dosen Ilmu Falak IAIN Wali Songo Semarang itu.
Dia berharap, dengan adanya fatwa baru itu, umat Islam Indonesia ketika melakukan ibadah shalat segera menyesuaikah arah kiblat yang telah ditetapkan oleh fatwa MUI tersebut.