Rabu 14 Jul 2010 20:29 WIB

Kemenag Bantah Anggapan Agama Hambat Kemajuan Ekonomi

Anak-anak pemeluk agama Islam.
Anak-anak pemeluk agama Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK--Tidak benar anggapan bahwa agama-agama hanya menjadi penghambat kemajuan ekonomi, terkait ajarannya yang bersifat fatalistik, mengutamakan kepasrahan dan kesederhanaan. Justru sebaliknya, agama bisa menjadi pendorong kemajuan.

"Tak ada hubungan antara agama dengan kemalasan, pengasingan diri, dan kemandegan ekonomi," ujar Kepala Pusat Litbang Kehidupan Keagamaan, Kementerian Agama (Kemenag), Prof Dr Abdul Rahman Mas`ud PhD pada dialog 'Pengembangan Wawasan Multikultural antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam' di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (14/7).

Abdul Rahman Mas`ud mengakui bahwa telah banyak ahli sosial yang mengkaji hubungan antara agama dengan kemajuan ekonomi atau dengan kemiskinan. Misalnya Max Weber dan Trevor Roper hingga Quraish Shihab.

Di India misalnya, berkembang pendapat bahwa ajaran Hindu tentang kasta menyulitkan orang berpindah dari satu posisi sosial ke posisi sosial lainnya, serta menyulitkan berinteraksi antarkasta sehingga menghambat kemajuan ekonomi. ''Tapi pengamatan ini terbantah ketika orang-orang Hindu merantau ke Malaysia yang justru menjadi saudagar-saudagar yang berhasil,'' ujar Rahman.

Agama Buddha, kata Rahman, juga dinilai hanya mendorong pada pembelanjaan konsumtif bukan mendorong investasi, karena ajarannya tentang 'dana' sosial (charity) membangun pagoda, membiayai ritual inisiasi anak, dan pemberian ke rahib untuk meraih pahala tertinggi. ''Penilaian ini terbantah karena setelah dihitung dengan cermat ternyata pengeluaran mereka untuk 'dana' tak sampai 10 persen dari pendapatan,'' jelasnya.

Perantau faktor penentu

Orang Islam di Malaysia, kata Rahman, dulu pernah dianggap tak akan bisa maju karena ajaran mereka 'jabariah' atau fatalistik yang pasrah total kepada Tuhan, ditandai dengan 'kemalasan'. Demikian pula Islam Jawa yang boros dan konsumtif dalam melakukan berbagai 'selametan'.

Tapi kaitan ini, ujar Rahman, juga terbantahkan dengan mengamati orang Islam di Afrika Selatan yang perantau, ternyata sangat gigih dalam bekerja. ''Sehingga menjadi pedagang yang sukses dan menjadi penggerak ekonomi Afrika Selatan," katanya.

Demikian pula tesis Weber tentang Etika Protestan yang mendorong kemajuan ekonomi dan kapitalisme namun dibantah oleh Roper yang mengatakan bahwa nilai kapitalisme bukan berasal dari ajaran Calvinisme tetapi karena keadaan mereka sebagai perantau (migran) sehingga memiliki etos kerja tinggi.

Rahman menambahkan, dari berbagai studi, sulit mengatakan bahwa agama adalah pendorong atau penghambat kemajuan ekonomi. Sebaliknya, etos perantau yang tampaknya justru menjadi faktor penentu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement