Jumat 25 Jun 2010 03:24 WIB

Muktamar Muhammadiyah akan Bahas Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Rep: neni/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Kaum miskin di Indonesia sampai 11 tahun reformasi belum mengalami perbaikan yang berarti. Ini karena realitasnya orang miskin itu makin banyak dan makin hari makin susah. Karena itulah salah satu agenda dalam Muktamar Satu Abad Muhammadiyah yang akan diselenggarakan di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah masalah pemberdayaan masyarakat yang lebih meluas ke seluruh daerah.

Hal itu dikemukakan Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah Said Tuhuleley pada Republika, di kantornya, Kamis (24/6). Dikatakan dia, meskipun dari angka' statistik menunjukkan ada jumlah penurunan kaum miskin, tetapi dikarenakan yang dipakai sebagai standar orang tidak miskin lagi kalau pendapatannya di atas satu dollar per kapita per hari, sedangkan yang dipakai oleh Bank Dunia yang pendapatannya di atas dua dollar per kapita per hari.

"Standar itulah yang kadang membuat kita seakan-akan terjadi penurunan jumlah orang miskin yang signifikan. Padahal kenyataannya masih banyak kita jumpai petani dan nelayan semakin sengsara hidupnya. Hal itu bukan disebabkan oleh individual atau kultural semata, melainkan ada sebab-sebab struktural termasuk di dalamnya banyak sekali kebijakan pemerintah baik Pusat maupun daerah yang tidak berpihak pada mereka, misalnya impor segala macam barang seperti beras, susu, bahkan jeroan, dan sebagainya,''ungkap Said.

Kebijakan pemerintah itu tentu saja memukul usaha-usaha rakyat di bidang peternakan, pertanian, dan lain-lain. ''Sementara kemampuan masyarakat kita untuk meningkatkan produktivitas, sebetulnya bisa dipacu untuk naik. Jadi kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebetulnya kita mampu melakukan itu, bila petani dipacu mmelakukan secara serius,''ungkap dia.

Persoalannya, Said menambahkan, petani tidak hidup di dalam produksi saja, melainkan ada persoalan kebijakan perdagangan. ''Misalnya petani dipacu untuk meningkatkan produktivitas coklat. Tetapi kebijakan perdagangan coklat kita membebankan pajak penjualan. Meskipun pajak penjualan itu ditujukan kepada pedagang coklat tentu pedagang akan membebankan pajak penjualan coklat kepada petani. Masih banyak lagi persoalan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor kebijakan seperti ini,''tutur dia.

Menurut Said, sebetulnya sejak berdirinya Muhammadiyah salah satunya sudah merintis pada bidang pemberdayaan masyarakat yang dulu disebut Penolong Kesengsaraan Umum. Namun dalam perjalanannya bidang pemberdayaan masyarakat ini agak keteter. Karena mungkin di era kemerdekaan merasa bahwa itu urusan negara. Kemudian belakangan yaitu sejak muktamar tahun 2000 di Jakarta disadari bahwa kehidupan rakyat setelah reformasi tidak ada perubahan yang berarti.

''Sejak itulah maka Muhammadiyah mulai merintis upaya untuk mengembalikan lagi vitalitas awal untuk menolong rakyat miskin. Lalu kemudian Muktamar tahun 2000 dibentuk Lembaga Buruh, Petani dan Nelayan. Selanjutnya pada Muktamar 2005 di Malang lebih direalisasikan lagi menjadi Majelis Pemberdayaan Masyarakat. Programnya ada empat hal yaitu: advokasi kebijakan, peningkatan pendapatan rakyat terutama rakyat miskin dan yang terpinggirkan (petani, peternak dan nelayan), pendidikan dan penyadaran masyarakat serta recovery pasca bencana.

Hingga saat ini sudah ada 70 kabupaten yang dimasuki oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat, tetapi yang aktif atau programnya berjalan bagus sekitar 40 kabupaten antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Maluku, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Sumatera Barat.

Karena itu dalam Muktamar Satu Abad Muhamamdiyah program pemberdayaan masyarakat yang sudah berjalan bagus diharapkan dapat diduplikasi secara masif di berbagai tempat. ''Pada abad kedua ini kami berharap Muhammadiyah masuk ke masyarakat yang lebih jauh dan luas lagi,''kata Said.

Masyarakat yang berhasil diberdayakan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat ini tentu saja bukan hanya kalangan Muhammadiyah, melainkan dari berbagai kalangan termasuk non Islam. Dalam Muktamar ini Majelis Pemberdayaan Masyarakat juga menyelenggarakan temu tani dan nelayan. Mereka yang akan hadir disamping petani, peternak dan nelayan, juga pengrajin yang mengolah hasil pertanian, peternakan dan perikanan, jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement