Rabu 28 Oct 2015 10:26 WIB

Raihana, Gadis Populer yang Ingin Kenal Allah

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Raihana.ilustrasi
Foto: onislam
Raihana.ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Tidak boleh berjemur di pantai? Harus menutupi rambutku? Kamu gila?! Gagasan itu layaknya malapetaka bagi Rebecca “Raihana” Humphreys.  Tidak ada Tuhan dalam kamus kehidupannya.

Gadis itu selalu tampil penuh percaya diri dan memiliki banyak teman. Orang tuanya pun amat memanjakan putri mereka.  

Humphreys tumbuh begitu cepat menjadi gadis remaja populer di antara teman-teman sebaya. “Ambisi saya dalam hidup pada saat itu hanya tiga. Pertama, bersenang-senang. Kedua, menarik perhatian anak laki-laki. Ketiga, tampak cantik,” kenang Humphreys, dilansir dari On Islam, Selasa (27/10).

Menginjak usia 16 tahun, gadis itu lulus dari sekolah menengah. Ia melanjutkan ke bangku kuliah. Di sana, Humphreys bertemu seorang lelaki spesial. Menurut dia, anak laki-laki itu berbeda dari yang lain. Dengan cepat, mereka menjadi teman baik.

Hampir saban hari, keduanya melewatkan perjalanan bersama-sama. Naik bus setiap kali berangkat dan pulang dari kampus. Mereka berbagi cerita sehari-hari, melemparkan lelucon, dan merencanakan agenda akhir pekan berdua.

Keduanya begitu tak terpisahkan. Kendati begitu, hubungan kedua sejoli itu masih dirahasiakan. Hanya teman dekat dan keluarga Humphreys yang tahu. Keluarga kekasihnya sama sekali tidak tahu.

Humphreys melihat perubahan besar pada diri kekasihnya. Sikapnya berbeda. Gayanya pun berbeda. Laki-laki itu agak menjauh darinya. Kekasihnya tampak diubah oleh sesuatu yang tidak Humphreys ketahui.

Setelah menyampaikan argumen berbelit-belit, laki-laki itu akhirnya mengaku. Ia mengungkapkan pandangan tentang Tuhan, agama, dan kegelisahannya selama ini.

Sontak, Humphreys merasa terkejut. Kata “Tuhan” tidak pernah menjadi bagian hidupnya. Agama adalah tabu yang tidak punya satu senti pun ruang di rumahnya. Ia tidak dibesarkan di keluarga yang taat beragama. Gadis itu sangat marah.

“Saya pikir, ini akan menjadi akhir hubungan kami,” kata Humphreys.

Tapi, kemudian dia sadar. Setiap orang bisa menjadi Muslim tanpa harus terlahir Muslim. Humphreys pun mulai mencoba belajar tentang Islam. Hubungan mereka memasuki babak baru yang tidak mudah. Di satu sisi, lelakinya berusaha menerapkan batasan halal-haram, di sisi lain Humphreys masih sangat awam.

Kekasihnya lalu mengenalkan Humphreys pada seorang gadis 13 tahun. Gadis itu banyak mengajarinya tentang Islam. Awalnya, Humphreys merasa takut, bodoh, dan malu campur baur menjadi satu. Namun, semua sirna ketika pintu rumah terbuka. Secercah wajah tersenyum ramah menyambutnya.  

Untuk pertama kalinya, Humphreys melihat cara Muslim shalat. Ada gerakan yang harus dia hafal dan bacaan dalam bahasa Arab yang asing bagi Humphreys.

“Ini tidak akan mungkin!” pikir dia waktu itu.

Tapi, dengan bimbingan Allah dan ikhtiarnya, gadis itu berhasil menguasai bacaan shalat.

Mengikrarkan syahadat di hadapan sekitar 20 orang, Humphreys masuk Islam pada Agustus 2004 lalu. Beberapa bulan kemudian, ia mengunjungi kedua orang tuanya untuk mengabarkan bahwa ia telah masuk Islam.

Tidak ada kata-kata marah atau reaksi negatif. Ayah ibunya hanya saling melirik hingga dia merasa seolah telah menjadi ‘makhluk religius yang aneh.’

Orang tuanya tidak tahu apa-apa tentang Islam, tapi hubungan mereka tetap harmonis. Mereka hanya berpesan supaya Humphreys tidak memberitahu adik atau keluarga besar soal agama barunya. Mereka tidak ingin adiknya mengajukan pertanyaan macam-macam.

Tepat 17 Mei 2005, Humphreys dan kekasihnya menikah. Dua bulan kemudian, dia memutuskan berhijab. Keputusan Humphreys untuk berhijab rupanya menjadi awal kemarahan kedua orang tuanya.

“Ayah saya mengatakan dia tidak akan pernah mengakui pada siapapun putrinya seorang Muslim. Dia tidak mau berjalan di tempat umum dengan saya yang mengenakan hijab. Itu memalukan baginya. Sangat memalukan,” tutur perempuan itu.

Bahkan, hingga kini, ayahnya tidak mau bicara bila Humphreys mengenakan hijab. Dia berpendapat, putrinya memiliki rambut yang bagus, kenapa harus menutupnya? Neneknya juga berpikir sama. Ia tidak mau dikunjungi kalau cucunya itu masih memakai hijab.

“Allah menguji kita lewat orang-orang yang kita cintai,” tutur perempuan itu, mengakhiri kisahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement