REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID – Ia menempati urutan ke-14 diantara para sahabat yang pertama masuk Islam. Ia juga seorang Muhajirin yang pertama wafat di Madinah, dan orang Islam pertama yang dimakamkan di Baqi'.
Tatkala cahaya Islam mulai bersinar, maka Utsman bin Mazh’un adalah salah seorang dari beberapa gelintir manusia yang segera menerima panggilan Ilahi dan menggabungkan diri ke dalam kelompok pengikut Rasulullah.
Ia ditempa oleh berbagai derita dan siksa, sebagaimana dialami oleh orang-orang Mukmin lainnya, dari golongan berhati tabah dan sabar.
Ketika Rasulullah SAW mengutamakan keselamatan golongan kecil dari orang-orang beriman dan teraniaya ini, dengan jalan menyuruh mereka berhijrah ke Habsyi, dan beliau siap menghadapi bahaya seorang diri, maka Utsman bin Mazh’un terpilih sebagai pemimpin rombongan pertama Muhajirin ini.
Dengan membawa putranya yang bernama Saib, Utsman melangkahkan kakinya ke suatu negeri yang jauh, menghindar dari tiap daya musuh Allah, Abu Jahl, dan kebuasan orang Quraisy serta kekejaman siksa mereka.
Sebagaimana Muhajirin ke Habsyi lainnya pada kedua hijrah tersebut, yakni yang pertama dan yang kedua, maka tekad dan kemauan Utsman untuk berpegang teguh pada agama Islam kian bertambah besar.
Memang, kedua hijrah ke Habsyi itu telah menampilkan corak perjuangan tersendiri yang mantap dalam sejarah umat Islam. Orang-orang yang beriman dan mengakui kebenaran Rasulullah SAW serta mengikuti Nur Ilahi yang diturunkan kepada beliau, telah merasa muak terhadap pemujaan berhala dengan segala kesesatan dan kebodohannya.
Dalam diri mereka masing-masing telah tertanam fithrah yang benar yang tidak bersedia lagi menyembah patung-patung yang dipahat dari batu atau dibentuk dari tanah liat.
Demikianlah, Kaum Muhajirin tinggal di Habsyi dalam keadaan aman dan tenteram, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh’un yang dalam perantauannya itu tidak dapat melupakan rencana-rencana jahat saudara sepupunya Umayah bin Khalaf dan bencana siksa yang ditimpakan atas dirinya.
Maka dihiburlah dirinya dengan menggubah syair yang berisikan sindiran dan peringatan terhadap saudaranya itu, katanya, “Kamu melengkapi panah dengan bulu-bulunya. Kamu raut ia setajam-tajamnya. Kamu perangi orang-orang yang suci lagi mulia. Kamu cela orang-orang yang berwibawa. Ingatlah nanti, saat bahaya datang menimpa. Perbuatanmu akan mendapat balasan dari rakyat jelata.”