Jumat 24 Jan 2025 12:27 WIB

Memaknai Fenomena Konflik Antar-Sahabat Nabi

Konflik antar-sahabat Nabi itu murni dilatarbelakangi ijtihad, bukan ambisi duniawi.

ILUSTRASI Perang Shiffin. Konflik antar-sahabat Nabi terjadi sesudah gugurnya khalifah Utsman
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Perang Shiffin. Konflik antar-sahabat Nabi terjadi sesudah gugurnya khalifah Utsman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku (sahabat), kemudian generasi berikutnya (tabiin), kemudian generasi berikutnya (tabiut tabiin)” (HR Bukhari-Muslim). Hadis itu mengisyaratkan, besarnya pengaruh pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap kaum Muslimin pada masanya.

Namun, sesudah Nabi SAW wafat, pada faktanya umat Islam dilanda perpecahan. Intrik politik dan perebutan kekuasaan menghiasi lembaran sejarah peradaban kaum Muslimin pasca masa-beliau.

Baca Juga

Satu di antara noktah-noktah yang kerap diungkit adalah perselisihan yang melibatkan sejumlah sahabat dan tabiin. Rentetan pertikaian itu menimbulkan perdebatan panjang dan memunculkan friksi yang tegas antara dua kubu hingga kini, yaitu Sunni dan Syiah.

Masing-masing pihak memiliki paradigma dan perspektif yang--sebagaimana ungkapan bijak--jauh api dari panggangnya. Nyaris tak bertemu. Khususnya bagi Syiah pada umumnya, konflik itu dianggap sebagai penyebab, mengapa sejumlah sahabat layak disalahkan atas kejadian yang menimpa Ali bin Abi Thalib dan segenap keluarganya.

Mengutip sejumlah literatur utama Syiah, seperti Al-Fushul al-Muhimmah fi Ushul al-A'immah, Majma' al-Faidah, dan Manhaj al-Faqahah, para sahabat itu dianggap berbuat fasik, bidah, atau bahkan--pada titik tertentu--telah kafir. Sikap itu merujuk pada "hadis" dalam tradisi Syiah bahwa Rasulullah SAW diyakini pernah menyerukan, jika muncul para ahli bidah, maka sering-seringlah mencaci maki mereka.

Namun, tidak demikian dalam tradisi Sunni. Para sahabat Rasulullah SAWtetap menyandang gelar 'udul, yakni berintegritas, dan kredibel, walau mereka terlibat dalam konflik pasca-wafatnya Nabi SAW. Sunni memandang, posisi sahabat sangat strategis dan vital.

Bangunan risalah yang diturunkan dari Rasulullah SAW secara turun menurun memosisikan sahabat sebagai muara dan hulunya. Menyerang sahabat sama saja meruntuhkan fondasi itu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement