REPUBLIKA.CO.ID, Hampir sepuluh tahun tidak pernah ada masalah dengan warga Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pernyataan ini muncul dari Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi menyikapi insiden pengrusakan rumah jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Lombok Timur, NTB pada Sabtu (19/5).
Selama hampir sepuluh tahun menahkodai NTB, belum dijumpai kasus penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di NTB. Ratusan jemaat Ahmadiyah itu tinggal di Penampungan Transito, Kelurahan Majeluk, Kota Mataram.
Tak ingin polemik ini terus bergulir, pria yang dikenal dengan Tuan Guru Bajang (TGB) meminta seluruh elemen menghentikan semua perbuatan permusuhan, apalagi kekerasan. TGB mengajak, masyarakat menghormati Ramadhan, serta menghormati hak setiap orang untuk hidup dengan aman dan damai sesuai keyakinannya.
Selanjutnya, perangkat Pemda bersama TNI dan Polri sudah memulihkan situasi, di mana sebagian warga Ahmadiyah di lokasi diamankan di Mapolres Lombok Timur, dan sebagian lainnya tinggal sementara di tempat keluarga masing-masing.
"Pemulihan rumah milik warga (Ahmadiyah) segera dilakukan, dan mediasi juga sudah dimulai. Sementara, penegakkan hukum terhadap pelaku pengrusakan akan dilakukan oleh pihak kepolisian," ucap TGB.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi menemui masyarakat Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, NTB dan juga jemaat Ahmadiyah di Mapolres Lombok Timur pada Senin (21/5)
Kejadian ini tentu cukup mengagetkan, terlebih terjadi pada bulan suci Ramadhan. Wilayah NTB meski mayoritas penduduknya beragama Islam, nilai toleransi dan harmonisasi antarpemeluk agama berjalan begitu hangat.
Informasi awal dari Kepolisian Daerah (Polda) NTB menyebutkan, peristiwa ini terjadi di Desa Gereneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur pada Sabtu (18/5). Saat meninjau lokasi kejadian pada Sabtu (18/5) pukul 17.45 Wita, Kapolda NTB Brigjen Pol Achmat Juri menyampaikan terdapat enam rumah milik jemaat Ahmadiyah yang rusak. Di saat yang sama, 23 jemaat Ahmadiyah yang terdiri atas 3 laki-laki, 8 perempuan, dan 12 anak-anak diamankan di Mapolres Lombok Timur.
Pada Ahad (19/5) malam, Polda NTB menyampaikan informasi lebih rinci melalui keterangan pers yang disampaikan Kabid Humas Polda NTB AKBP Komang Suartana. Dalam pernyataannya tersebut, peristiwa pengrusakan terjadi sekitar pukul 12.00 Wita di Dusun Gereneng, dan Dusun Lauk Eat yang berada di Desa Gereneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur.
Komang menjelaskan, kronologi kejadian bermula saat jemaat Ahmadiyah berinisial JS mengajar ngaji anak-anak SD masyarakat setempat di rumahnya. Saat itu, terjadi percekcokan di antara anak-anak yang berujung melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua. Hingga akhirnya, masyarakat setempat dengan jumlah sekitar 30 orang berkumpul dan melempari rumah jemaat Ahmadiyah.
Komang menyebutkan, terdapat delapan rumah jemaat Ahmadiyah yang rusak akibat peristiwa tersebut. Ia juga menegaskan tidak ada jemaat Ahmadiyah yang menjadi korban. Kasus ini, lanjut dia, sudah ditangani Polres Lombok Timur. "23 jemaat Ahmadiyah sudah ditempatkan sementara di Mapolres Lombok Timur," ujarnya.
Kata Komang, permasalahan Ahmadiah seperti ini sudah mulai terjadi dari 1990, di mana sempat pula terjadi kerusuhan terhadap jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur pada 2001. "Setiap tahunnya permasalahan sering terjadi, namun dapat dikendalikan oleh kepolisian dan pemerintah daerah dengan membuat kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh jemaat Ahmadiyah. Namun, kesepakatan tersebut sering dilanggar," kata dia.
Pada Januari 2018, telah dilaksanakan rapat untuk menyelesaikan solusi penanganan khusus Ahmadiyah di tingkat pusat, dalam hal ini dengan kantor staf kepresidenan yang menghasilkan keputusan bahwa Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Timur akan membuatkan rumah susun untuk jemaat Ahmadiyah.
Selain di Desa Greneng, terdapat 8 kepala keluarga jemaat Ahmadiyah di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, yang belum ada gejolak dan tetap dalam pemantauan dari kepolisian. Sementara, situasi di Dusun Gereneng dan Dusun Lauk Eat sampai malam ini masih kondusif dengan permintaan warga yang terpenting mereka --jemaat Ahmadiyah-- tidak kembali lagi ke Desa Gereneng.
Penegasan bahwa situasi sudah kondusif juga diutarakan Kapolres Lombok Timur, AKBP M Eka Faturrahman. Eka juga menegaskan, tidak ada penyerangan secara fisik yang dilakukan masyarakat terdapat warga Ahmadiyah.
Eka menambahkan, kejadian ini merupakan puncak dari kemarahan warga atas warga Ahmadiyah yang sebelumnya menyatakan diri sudah bertaubat, namun pada kenyataannya kembali pada ajaran Ahmadiyah. Masyarakat sekitar keberatan adanya warga Ahmadiyah di permukimannya.
"Memang semacam tuntutan dari warga supaya tidak lagi Ahmadiyah di permukiman mereka. Katanya sudah taubat, tapi terulang lagi bahkan mereka sudah membuat surat pernyataan tapi terulang lagi. Kebencian masyarakat sudah memuncak," kata dia.
Eka mencatat, sebanyak delapan rumah warga Ahmadiyah rusak dalam insiden ini. Kendati begitu, situasi saat ini sudah kondusif. Sebanyak 23 orang dari warga Ahmadiyah telah dievakuasi sementara di Mapolres Lombok Timur dan akan dipindahkan ke Loka Latihan Kerja Lombok Timur yang berada di Kecamatan Selong.
Eka menyayangkan peristiwa ini, terlebih terjadi saat bulan suci Ramadhan. Padahal, selama ini, meski sedang memasuki tahun politik di mana digelarnya Pilbup Lombok Timur dan Pilgub NTB, situasi di Kabupaten Lombok Timur berjalan sangat kondusif.
Penjabat sementara (Pjs) Bupati Lombok Timur Ahsanul Khalik membeberkan rentetan perjalanan jemaat Ahmadiyah di Lombok Timur sebelum terjadinya pengrusakan tersebut. "Ini kita mulai dari kasus 1990, ini kan prosesnya lama, tahun 1990 juga pernah ada kejadian tapi tidak sampai pengrusakan. Kemudian tahun-tahun berikutnya saudara-saudara kita yang jemaat Ahmadiyah ada juga yang pernah ditampung di transito (Mataram) ini kemudian kembali ke sini," kata Ahsanul.
Penerimaan masyarakat terhadap jemaat Ahmadiyah dikarenakan adanya surat pernyataan yang berisikan tiga poin, yakni kembali ke ajaran Islam, tidak menyebarkan ajaran Ahmadiyah, dan bersedia dikenakan sanksi hukum kalau melanggar pernyataan ini.
"Masyarakat menerima mereka kembali karena mereka mengakui di depan masyarakat bertaubat dan mau kembali kepada ajaran Islam yang juga diyakini oleh masyarakat setempat," lanjutnya.
Ada enam jemaat Ahmadiyah yang menandatangani pernyataan tersebut saat saat mediasi Pemkab Lombok Timur bersama Kajari, Kapolres, Dandim, Camat, hingga Kepala Desa pada 8 April 2017.