REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi dakwah MUI Pusat menegaskan, materi khutbah dan ceramah tak bisa diatur oleh siapa pun. "Siapa yang bisa mengatur, jangankan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), Menag (menteri agama) saja nggak bisa," kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis kepada Republika, Sabtu (10/2).
Ia mempertanyakan metode pengaturan isi khotbah dan ceramah. Sebab, ia mengatakan, pemerintah saja tidak memiliki prosedur mengangkat khotib. Sehingga, menurut dia, mustahil mengatur materi khutbah dan ceramah.
"Kalau di hadapan presiden iya bisa, kalau di masjid ya nggak bisa," ujar dia.
Cholil mengaku belum pernah mendengar wacana Bawaslu mengatur materi dakwah dan khutbah. "Saya secara pribadi belum pernah merasakan diajak, belum pernah ada perintah," ujar dia.
Kendati demikian, menurut dia, sah-sah saja apabila Bawaslu menggandeng pemuka agama menyosialisasikan kampanye melarang politik uang, menyinggung suku agama ras dan antargolongan (SARA), serta menyebar informasi hoaks. Ia mengatakan, kampanye regulasi tersebut pernah dipraktikkan KPU dan DPR RI.
"Jangankan di dalam masjid, di luar masjid juga silahkan," jelasnya.
Cholil menegaskan, yang dibutuhkan Indonesia bukan sekadar kampanye antipolitik uang, tetapi bagaimana berpolitik yang bisa membatasi praktik politik uang tersebut. "Yang dibenahi itu bukan kampanyenya, tapi sistemnya," ujar dia.