Ahad 19 Nov 2017 14:39 WIB

7 Rekomendasi Halaqah Nasional Ulama dan Cendikiawan

Rep: Muhyiddin/ Red: Dwi Murdaningsih
Salah satu fatwa MUI (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Salah satu fatwa MUI (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 90 Ulama dan Cendekiawan Muslim dari berbagai latar belakang Ormas Islam telah usai mengikuti Halaqah Nasional Ulama dan Cendekiawan yang digelar di Jakarta. Kegiatan yang digelar selama empat hari ini ditutup pada Ahad (19/11) pagi dan menghasilkan tujuh rekomendasi.

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, ketujuh rekomendasi tersebut masih akan disempurnakan lagi oleh tim pengarah yang diketuai oleh Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Amin Abdullah.

"Kami merumuskan beberapa rekomendasi yang itu nanti insyaAllah masih tetap akan diperbaiki dan disempurnakan karena halaqah ini dirumuskan oleh tim pengarah," ujarnya aaat ditemui Republika.co.id dalam acara penutupan halaqah nasional ulama dan cendikiawan di Jakarta, Ahad (19/11).

Salah satu rekomendasinya, menurut dia, pentingnya lembaga fatwa seperti di MUI atau Ormas Islam lainnya untuk mengeluarkan fatwa yang didasarkan atas kombinasi teks dan konteks saat ini. "Kita mendorong ada pembaharuan metodologi dalam perumusan fatwa yang mengawinkan antara tradisi klasik yaitu dari fikih atau ushul fikih dengan konteks yang lebih baru," katanya.

Berikut tujuh rekomendasi yang dihasilkan dari halaqah tersebut:

1. Membuat naskah akademik untuk setiap fatwa yang mencakup dampak-dampak sosial, politik, budaya, ekonomi, dan psikologis setelah mengeluarkan fatwa.

2. Memikirkan kembali kerangka metolodogis istinbathu al-Ahkam, bukan hanya mempertimbangkan teks (takhrij al-manath), tapi juga konteks (tahqiq almanath) dalam proses pengambilan fatwa.

3. Dalam merumuskan fatwa, lembaga fatwa harus mempertimbangkan keharmonisan, kohesivitas sosial, kerukunan, dan keutuhan NKRI dengan herpegang teguh pada adab al-fatwa.

4. DaIam hal fatwa-fatwa yang nyata-nyata dijadikan legitimasi untuk tindakan diskriminasi dan kekerasan, diperlukan fatwa baru yang melarang penggunaan kekerasan dan main hakim sendiri.

5. Memposisikan fatwa sebagai opini hukum positif yang mengikat.

6. Memperkuat dan memberikan ruang lembaga fatwa (Bahtsm Masail, Majelis Tarjih, dan Lembaga Fatwa organisasi lain) untuk memberikan pendapatnya untuk fatwa-fatwa yang berhubungan dengan masalah akidah dan ukhuwah Islamiyah.

7. Diperlukan harmonisasi produk-produk fatwa dengan konstitusi dan hukum negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement