Kamis 23 Nov 2017 04:44 WIB

Geliat Dakwah Islam di Jamaika

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Muslimah di Jamaika
Foto: caribbeanmuslims.com
Muslimah di Jamaika

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemeluk Islam di Jamaika pada 2013 lalu mencapai 6.000 orang. Namun, jumlah tersebut masih terus bertambah setiap bulannya.

Muslim pertama yang berada di Jamaika adalah orang Moor asal Afrika Barat yang ditangkap di Reconquista. Kemudian mereka dijual sebagai budak pedagang dan dibawa ke Jamaika menggunakan kapal laut.

Seiring waktu, sebagian besar kehilangan identitas Islam mereka karena dipaksa melakukan penggabungan kelompok etnis.

Muslim asal Afrika keturunan Mandinka, Fula, Susu, Ashanti, dan Hausa tanpa henti mencoba mempertahankan praktik Islam mereka dalam kerahasiaan, saat bekerja sebagai budak perkebunan di Jamaika. Saat ada pembebasan budak di Jamaika, sebagian besar keislaman mereka pudar. Mereka lebih memilih mengikuti keyakinan majikan mereka sebelumnya.

Pada 1845 hingga 1917, imigran dari India banyak berdatangan ke Jamika. Sebanyak 16 persen dari 37 ribu imigran tersebut beragama Islam. Sesepuh mereka, Muhammad Khan, datang pada 1917 di usia 151 tahun. Putranya, Naim Khan, kemudian membangun Masjid ar-Rahman di Kota Spanyol pada 1957.

Sejak itu, para imigran lain pun mulai mendirikan masjid di penjuru Jamaika. Muhammad Golaub yang datang menjadi imigran bersama ayahnya di usia tujuh tahun kemudian mendirikan Masjid Hussein di Westmoreland. Sejak 1960, Muslim bertahap meletakkan fondasi delapan masjid lain. Hingga kini, masjid pun tersebar di seluruh penjuru negeri.

Dr Sultana Afroz, seorang akademisi Bangladesh yang telah tinggal di Jamaika selama 25 tahun mengatakan, sebagian besar orang Afrika yang diperbudak dibawa ke Jamaika berasal dari Afrika Barat atau Gold Coast, Ghana, Nigeria, Mali, Benin, dan Togo.

Mereka pertama kali dibeli oleh Portugis tahun 1523. Kemudian dibebaskan dari perbudakan pada 1611. Afrika memiliki empat universitas tertua di dunia (meskipun mereka tidak termasuk dalam daftar resmi karena mereka tidak beroperasi) sehingga banyak orang yang dibawa ke Jamaika berpendidikan tinggi dalam Islam dan memiliki budaya mereka sendiri.

Meskipun dipenuhi orang Muslim, Islam tidak menjadi agama utama saat itu. Ini karena perbudakan tidak memiliki catatan perjalanan. Mereka tidak diperbolehkan untuk mengajar anak-anak mereka cara membaca dan tidak diperbolehkan untuk membaca dan budaya yang baru. Budaya dan agama yang mereka cintai dihancurkan dan mereka harus mundur karena cambuk dan rantai majikan.

Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2002 mengungkapkan terdapat sekitar 5.000 Muslim di Jamaika. Guru tauhid yang mengajar di Dewan Islam Jamaika Abdul Baseer mengatakan, jumlah umat Islam kurang dari satu persen dari seluruh populasi.

"Terdapat 12 masjid di Jamaika, di antaranya terdapat di Kingston, Spanish Town, St Catherine, Port Maria, Albany, St Mary, Newell, St Elizabeth, Three Miles River, dan Westoreland," jelas dia dalam jamfash.tripod.com.

Baseer menganggap dirinya masih perlu banyak belajar tentang Islam. Meski begitu, dia merasa bertanggung jawab untuk mengajar orang lain yang belum banyak memiliki ketidaktahuan mengenai Islam.

Saat ini hanya ada dua sekolah yang dikelola umat Islam, seperti sekolah dasar Islamiyah dan sekolah TK Masjid ar-Rahman.

Menurut statistik pemerintah yang dikumpulkan awalnya pada sensus 1991 tentang demografi religius di Jamaika, orang-orang Kristen jauh lebih banyak daripada agama lain di pulau ini. "Tujuan Islam bukanlah untuk menaklukkan dunia, tujuan kita adalah untuk menyembah Allah, sehingga ketika mati, kita sukses di dunia dan dapat pergi ke surga," kata guru Islam tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement