Kamis 09 Nov 2017 17:00 WIB

Tak Mudah, Perjuangan Muslim Jerman Peroleh Hak Beragama

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Muslim Jerman
Foto: islamonline
Muslim Jerman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Richard Alba, profesor sosiologi terkemuka pada CUNY Graduate Center di New York, AS, dalam artikelnya di situs Handelsblatt Global, mengemukakan alasan mengapa Islam lebih bermasalah di Jerman karena perihal agama di kalangan masyarakat. Menurutnya, orang Amerika jauh lebih religius daripada orang Jerman.

Sekitar setengah dari penduduk Amerika dalam sebuah jajak pendapat nasional beberapa tahun lalu mengatakan, bahwa agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Angka di Amerika itu lebih dari dua kali lipat proporsi di Jerman.

Tampilan umum dari religiusitas pada umumnya kurang diterima di Jerman. Apalagi jika itu agama Islam, penampilan di mata umum yang lebih religius atau tertutup kerap kali menimbulkan kegelisahan, kemarahan dan ketegangan.

Selanjutnya, Alba mengatakan ada peran historis dari agama di masyarakat. Amerika memiliki sejarah pluralisme agama, yang dibentuk oleh prinsip-prinsip pendirian seperti kebebasan beragama dan pemisahan antara gereja dan negara.

Selain itu, Amerika juga berhasil menggabungkan Yudaisme (Yahudiah) dan Katolik ke dalam narasi nasional yang didominasi Protestan. Sejarah semacam itu menyediakan sebuah model yang diterima untuk memasukkan kelompok baru di kalangan masyarakat Amerika.

Sebaliknya, Jerman tidak memiliki sejarah pemisahan antara gereja dan negara. Setelah Perang Tiga Puluh Tahun, Jerman memiliki model penentuan nasib sendiri di wilayah tersebut dalam memilih agama yang dominan. Namun dalam beberapa generasi terakhir, hubungan antara gereja dan negara telah melemah.
 
Seiring waktu, masyarakat di Jerman berubah menjadi sekuler. Karena itulah, Muslim di Jerman menghadapi skeptimisme umum dari praktik keimanan dan religius yang ditunjukkan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
 
Tidak hanya itu, Muslim di Jerman juga menghadapi institusi yang didominasi oleh penganut Kristen. Menurut konstitusi Jerman 1949, negara harus netral dalam urusan agama. Namun, masih ada hubungan kuat antara gereja dan negara.
 
Organisasi Protestan dan Katolik yang sudah berdiri sejak lama diakui sebagai perusahaan publik yang berhak mendapatkan pajak gereja. Yang mana, pajak tersebut dikumpulkan melalui sistem pajak pendapatan federal.
 
Organisasi-organisasi ini juga memiliki hak untuk menjalankan pelayanan keagamaan dan rumah sakit. Di Jerman, Yudaisme (Yahudiah) memiliki hak istimewa institusional yang sama. Namun, kontras dengan Yudaisme, Islam yang merupakan agama terbesar ketiga di Jerman justru tidak memiliki hak istimewa tersebut.
 
Umumnya, siswa yang beragama Katolik dan Protestan menerima pengajaran agama reguler di sekolah-sekolah umum. Sedangkan pelajar Muslim hanya mendapatkan pendidikan Islam di beberapa negara bagian.
 
Di samping itu, pengakuan publik akan hari libur bagi umat Kristen diterima begitu saja. Sebaliknya, bagi umat Muslim. Bahkan, hari libur atau perayaan umat Muslim yang paling penting sekalipun ditolak di Jerman.
 
Natal mendominasi ruang publik di seluruh wilayah Jerman. Biasanya, jika musim Natal tiba, pasar Christkindl digelar di alun-alun kota. Festival besar dan parade juga menandai dimulainya hari Pra-paskah di kota-kota seperti Cologne. Yang mana, banyak toko, sekolah, dan kantor, ditutup selama perayaan tersebut digelar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement