Senin 05 Oct 2015 14:56 WIB

Apa Hukum Donor Organ Tubuh?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah pegawai melakukan donor darah di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/5).  (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Sejumlah pegawai melakukan donor darah di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/5). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semakin modernnya dunia kedokteran memungkinkan seseorang mencangkok dan mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain. Mengingat perkara ini tidak ditemui dalam fatwa-fatwa klasik ulama terdahulu, ulama-ulama kontemporer hanya menetapkan hukum sebatas ijtihad.

Pengkajian dalam ranah fikih juga meluas ke berbagai aspek untuk kemaslahatan umat manusia. Apakah ini menyalahi kodrat manusia, kanibalisme, atau malah diperbolehkan? Lantas bagaimana kajian fikihnya? Apakah boleh seorang Muslim mendonorkan sebagian organ tubuhnya sewaktu dia hidup untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain?

Ulama kondang Mesir, Syekh Muhammad Mutawalli Sya'rawi, dalam acara televisinya pernah sekilas menyinggung soal ini.

Seseorang hanya boleh memberikan barang yang ia miliki. Ia tak boleh memberikan, mendonasikan, menginfakkan, atau menyedekahkan sesuatu yang bukan hak miliknya. Seperti firman Allah SWT, “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.” (QS an-Nur [24]: 33).

Beberapa ulama berpendapat, tubuh manusia sejatinya adalah milik Allah SWT. Seseorang tidak bisa sesuka hatinya memperlakukan tubuhnya sendiri karena tubuh tersebut adalah milik Allah. Manusia hanya diberikan hak pakai, bukan hak milik. Ia tak boleh menzalimi dirinya sendiri, menjatuhkan dirinya dalam kebinasaan karena tubuhnya adalah milik Allah SWT.

Namun, soal donor darah yang sudah menjadi kebutuhan dharuriah (darurat) umat manusia, ulama yang berpendapat demikan pun diam. Ada aspek kemaslahatan dari donor darah sehingga kebolehan donor darah mendapatkan ijma' sukuti (ulama bersepakat tanpa ada komentar positif atau negatif). Inilah yang menjadikan donor darah dapat diterima syara'.

Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, kasus donor organ tubuh sama miripnya dengan donor darah. Ada aspek kemaslahatan di sana. Tugas seorang mukmin untuk menghilangkan dharar (bahaya) yang menimpa seseorang atau sekelompok orang. Sebagaimana kaidah fikih dari hadis Nabi SAW, La dharara wala dirara (Jangan membahayakan diri sendiri dan jangan membahayakan orang lain). Intinya, seorang Muslim tidak boleh diam membiarkan bahaya yang menimpa orang lain.

Qardhawi mengatakan, berusaha menghilangkan penderitaan seorang Muslim yang menderita gagal ginjal misalnya, dengan mendonorkan salah satu ginjalnya yang sehat. Maka tindakan demikian diperkenankan syara. Orang yang melakukan tindakan ini terpuji bahkan berpahala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement