Rabu 22 Oct 2025 08:27 WIB

Mengenal KH Zaini Mun'im, Santri Mbah Hasyim yang Gelorakan Semangat Merdeka atau Mati

KH Zaini turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
KH Zaini Mun
Foto: Nahdlatululama.id
KH Zaini Mun

REPUBLIKA.CO.ID, Hari Santri 2025 kembali mengingatkan bangsa Indonesia pada keteladanan para ulama pejuang yang tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga menjadi garda depan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menegakkan keadilan. Salah satu di antaranya adalah KH Zaini Mun’im, pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, yang dikenal sebagai ulama pejuang dan pembaharu (mujaddid) pada masanya.

Lahir di Galis, Pamekasan, Madura pada 1906, Kiai Zaini tumbuh dalam lingkungan pesantren dan bangsawan yang sarat nilai perjuangan. Sejak muda, semangat melawan penindasan sudah tertanam kuat di hatinya.  

Baca Juga

Sepulang dari menimba ilmu di Tanah Suci Makkah pada 1934, Kiai Zaini mulai menaruh perhatian besar terhadap penderitaan rakyat akibat kebijakan kolonial Belanda, terutama di bidang pertanian tembakau. Sejak muda, dia sudah menjadi pelindung rakyat dari kebijakan sewenang-wenang penjajah. 

Kiai Zaini aktif di Nahdlatul Ulama (NU) dan turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang, dia dipercaya memimpin Barisan Pembela Tanah Air (PETA). Tak berhenti di situ, pada masa agresi militer Belanda, dia memimpin pasukan Sabilillah  dalam serangan umum 16 Agustus 1947 di Pamekasan.

Kiprahnya membuat Belanda mewaspadainya. Bahkan, dia sempat ditangkap dan dipenjara selama tiga bulan karena menolak membocorkan keberadaan rekan-rekan seperjuangannya. Namun, dengan jiwa besar dan keberanian luar biasa, Kiai Zaini tetap teguh memegang prinsip perjuangan. “Merdeka atau mati” menjadi semboyan yang benar-benar dia hidupi.

Pasca perjuangan fisik melawan penjajah, Kiai Zaini hijrah ke Karanganyar, Paiton, Probolinggo pada 1948. Awalnya, sang kiai hanya ingin menenangkan diri dan berdakwah melalui jalur birokrasi. Namun, takdir berkata lain. 

 

photo
Peringatan Hari Santri (Ilustrasi) - (Republika/Wihdan Hidayat)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement