Sabtu 04 Oct 2025 23:45 WIB

Adu Lihai Diplomasi Trump, Netanyahu, dan Hamas: Siapa Lebih Unggul?

Hamas membuktikan kelihaian diplomasi tingkat tinggi.

Presiden Donald Trump berbicara setelah konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, di  Gedung Putih, Senin, 29 September 2025, di Washington.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden Donald Trump berbicara setelah konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih, Senin, 29 September 2025, di Washington.

Oleh : Dina Y Sulaeman, dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Ketika Trump dan Netanyahu (29/09) berdiri berdampingan mengumumkan “Comprehensive Plan to End the Gaza Conflict”, dunia seolah disuguhi harapan muluk yaitu perang akan berakhir, Gaza dibangun kembali, sandera dibebaskan, dan era baru koeksistensi dimulai. Apalagi, delapan negara Muslim dan Arab—termasuk Indonesia dan Pakistan—segera menyatakan dukungan terhadap rencana “damai” ini.

Rencana jahat

Bila kita cermati dua puluh poin damai dari Trump secara kritis, dengan segera akan terlihat bahwa di balik retorika diplomatik itu tersembunyi rencana jahat.

Di bawah istilah “perdamaian,” rakyat Gaza diberi janji semu tentang Israel yang akan ditarik keluar dan pengeboman dihentikan, asalkan Hamas mau melucuti semua senjata dan membongkar semua infrastruktur paramiliternya (yang diberi istilah “teror” oleh Trump).

Jika Hamas menyerah, bantuan kemanusiaan akan dikirim ke Gaza. Dengan kata lain: rakyat Gaza akan diberi makan kembali jika mereka berhenti melawan penjajahan. Inilah strategi klasik kolonial: menggunakan makanan sebagai senjata untuk menundukkan perlawanan.

Trump juga mengusulkan dibentuknya komite khusus yang akan mengurus Gaza, tanpa keterlibatan Hamas atau faksi-faksi perlawanan lain. Komite ini akan diawasi oleh Board of Peace yang dipimpin Trump dan Tony Blair, mantan perdana menteri Inggris yang dikecam sebagai penjahat perang dalam dalam invasi Irak 2003.

Melalui skema Trump ini, Netanyahu berharap memperoleh apa yang gagal ia capai lewat dua tahun genosida: Gaza yang lumpuh secara militer dan sepenuhnya terkendali, meski untuk sementara melalui tangan AS dan Inggris.

Tidak heran, beberapa jam setelah pengumuman itu Netanyahu berkata dengan nada puas kepada media Ibrani:

“Alih-alih Hamas mengisolasi kami, kini kamilah yang mengisolasi Hamas. Dunia, bahkan negara-negara Muslim, menekan Hamas agar tunduk pada syarat-syarat kami bersama Presiden Trump.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement