REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan negaranya siap mencapai kesepakatan yang nyata dan permanen mengenai program nuklirnya. Inig mencakup pembatasan pengayaan uranium sebagai imbalan atas pencabutan sanksi.
Araqchi menambahkan dalam artikel yang diterbitkan oleh surat kabar Inggris The Guardian pada Ahad (7/9/2025) bahwa melewatkan kesempatan singkat ini dapat menimbulkan konsekuensi yang parah bagi kawasan dan dunia.
“Jika diplomasi tidak diberi waktu yang diperlukan, hasilnya tidak akan memuaskan,” kata dia.
Menteri Luar Negeri Iran menegaskan bahwa Angkatan Bersenjata Iran telah siap dan mampu mengalahkan Israel hingga memaksanya untuk meminta bantuan Amerika Serikat agar dapat selamat, menurutnya.
Araqchi kembali mengkritik langkah troika Eropa (Inggris, Prancis, dan Jerman) beberapa hari lalu yang mengaktifkan mekanisme pemicu.
Mekanisme ini dapat menyebabkan pemberlakuan kembali sanksi terhadap Iran dalam waktu 30 hari dan menggambarkan langkah tersebut sebagai ilegal.
Dia menyebut Eropa tidak bisa memenuhi komitmennya di bawah perjanjian nuklir 2015, sementara mereka minta Iran menerima semua batasan yang diberlakukan secara sepihak.
Araqchi juga menyatakan Inggris, Jerman, dan Prancis enggan mengecam serangan Israel dan Amerika Serikat terhadap Iran pada Juni lalu.
Menteri Luar Negeri Iran mengatakan tidak mungkin kembali ke negosiasi dengan Washington seperti sebelum perang.
Iraqi berbicara tentang kesepakatan yang akan segera tercapai dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
IAEA memperkirakan bahwa sebelum serangan Israel dan Amerika Serikat, Iran memiliki bahan nuklir yang cukup dengan tingkat pengayaan 60 persen untuk membuat enam senjata nuklir jika diolah hingga tingkat kemurnian 90 persen.
Pada Juni lalu, selama 12 hari, Israel menyerang fasilitas nuklir, lokasi militer dan sipil, serta membunuh para pemimpin militer senior, termasuk komandan Garda Revolusi dan kepala staf angkatan bersenjata, serta ilmuwan nuklir terkemuka.
Iran membalas dengan serangkaian serangan rudal yang menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di beberapa kota Israel.
Sejalan dengan serangan Israel, Amerika Serikat membom tiga fasilitas nuklir Iran, dan Presiden AS Donald Trump berbicara tentang penghancuran total program nuklir Iran, tetapi penilaian intelijen yang dikeluarkan oleh Washington menimbulkan keraguan tentang hal itu.