REPUBLIKA.CO.ID, TAIF -- Rasulullah SAW kerap diejek dan diolok-olok oleh orang kafir Quraisy yang tidak mempercayai risalah Islam. Sampai suatu ketika, Nabi ditantang untuk melawan takdir seperti maut dan musibah agar dapat dihalau untuk membuktikan kenabiannya.
Allah berfirman dalam Surat Yunus ayat 49:
قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
"Qul lā amliku linafsī ḍarraw wa lā naf‘an illā mā syā'allāh(u), likulli ummatin ajal(un), iżā jā'a ajaluhum falā yasta'khirūna sā‘ataw wa lā yastaqdimūn(a)."
Yang artinya, "Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak kuasa (menolak) mudarat dan tidak pula (mendatangkan) manfaat kepada diriku, kecuali apa yang Allah kehendaki.” Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak (pula) dapat meminta percepatan."
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menafsirkan ayat tentang orang-orang musyrik yang berulang-ulang mengatakan, “Bilakah datang janji, yakni ancaman, Wahai Muhammad beserta pengikut-pengikutmu yaitu orang-orang yang benar, cobalah segera datangkan siksa itu."