Kamis 14 Aug 2025 09:48 WIB

Gaduh PBB di Daerah Naik, Berikut Tujuh Perbedaan Pajak dengan Zakat Menurut Ulama

Sikap menyamakan pajak dan zakat dinilai fatal.

Rep: Fuji EP/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ilustrasi Data Tunggakan Pajak ASN
Foto: Data Editing Republika
Ilustrasi Data Tunggakan Pajak ASN

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa pemerintah daerah mencoba menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB). Kebijakan tersebut pun mendapat penolakan dari masyarakat. Teranyar, Bupati Pati Sudewo yang didemo untuk menurunkan PBB. Meski PBB diturunkan, masyarakat tidak berhenti. Aksi berlanjut dengan tuntutan agar bupati lengser.

Ada begitu banyak perbedaan mendasar dan esensial antara zakat dengan pajak. Karena itu, sikap menyamakan zakat dan pajak begitu saja adalah tindakan yang fatal. 

Baca Juga

KH Ahmad Sarwat Lc dalam halaman Rumah Fiqih menerangkan perbedaan-perbedaan zakat dan pajak. Perbedaan pertama, masa berlaku zakat berbeda dengan masa berlaku pajak. Kewajiban syariat zakat bersifat tetap dan terus menerus sepanjang zaman hingga akhir dunia. Meski negara sudah kaya dan APBN negara berlebih, namun kewajiban zakat tetap berlaku.

Sementara itu, kewajiban membayar pajak atas rakyat dalam pandangan syariat Islam, harus disesuaikan dengan kebutuhan sesaat dari negara, sehingga pada kondisi tertentu dapat dihapuskan. Inilah yang membedakan pajak dalam pandangan syariah dengan pajak yang diberlakukan oleh negara-negara penindas rakyat umumnya.

Sebagai contoh kasus, rakyat Arab Saudi dan negara-negara teluk umunya, mereka kaya dan berkecukupan tetap diwajibkan membayar zakat, meski negaranya sudah kaya raya. Namun ketika pendapat negara itu besar dari sektor minyak bumi, pemerintah negara itu membebaskan rakyatnya dari pungutan pajak. Arab Saudi nyaris tidak pernah memungut pajak dari rakyatnya. Sebab negara sudah cukup kaya dan keuangannya sangat baik.

Perbedaan kedua, wajib zakat bukan wajib pajak. Dalam syariat zakat, mereka yang terkena kewajibannya hanya terbatas pada rakyat yang beragama Islam saja. Orang-orang yang agamanya bukan Islam, meski kaya raya, mereka tidak diwajibkan untuk membayar zakat.

Maka bila sebuah perusahaan dimiliki secara patungan orang seorang Muslim dan temannya yang non Muslim, maka hanya yang Muslim saja yang diwajibkan membayar zakat. Sedangkan temannya yang non Muslim itu bebas dari kewajiban zakat. Sebab zakat adalah perintah agama, bukan kewajiban sebagai warga negara.

Sebaliknya, dalam masalah pajak, semua warga negara terkena kewajiban membayar pajak, tanpa dibedakan berdasarkan agama.

photo
Zakat Digital Ilustrasi. - (Dok PPPA Daarul Quran.)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement